2 Perwira Tersangka Kasus Basarnas Ditahan di Tahanan Militer Puspom AU

Ketua KPK Firli Bahuri dan Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko saat jumpa pers.//Foto: Puspen TNI

JAKARTA. Pewartasatu.com — Penyidik Puspom TNI meningkatkan kasus yang menyeret dua perwira TNI di Basarnas dari tahap penyelidikan ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel tersebut, atas nama HA (Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi) dan Letkol Adm. Afri Budi Cahyanto (ABC)sebagai tersangka.

HA adalah Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Kabasarnas), sedang ABC adalah Koorsmin Kabasarnas. Keduanya mulai hari Selasa ini (1/8) ditahan di Instalasi Tahanan Militer milik Pusat Polisi Militer Angkatan Udara.

Informasi terkait kedua tersangka tersebut disampaikan oleh Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko saat konferensi pers bersama Ketua KPK Firli Bahuri di Puspen TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7).

Sebagaimana arahan Panglima TNI bahwa koordinasi dan sinergi antara KPK dengan Puspom TNI kedepan menurut Danpuspom, akan terus dibina untuk penanganan kasus-kasus korupsi yang melibatkan personel TNI.

Dalam konferensi pers tersebut, Danpuspom TNI menjelaskan kronologis penangkapan (Operasi Tangkap Tangan /OTT) pada hari Selasa 25 Juli 2023 oleh KPK. “Hasil pemeriksaan ABC menerangkan bahwa tugas dan fungsi ABC atas perintah Kabasarnas sejak pertengahan bulan Mei 2021” ungkap Marsda TNI Agung Handoko.

Lebih jauh Marsda Agung menjelaskan bahwa ABC menerima uang dari Sdri Marilya (PT Intertekno Grafika Sejati) sejumlah Rp. 999.710.400 untuk memenuhi kewajibannya memberikan profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan yang telah selesai dikerjakan.

Sementara itu, HA masih dalam pemeriksaan oleh penyidik Puspom TNI. Namun dari hasil pemeriksaan dan keterangan pihak swasta, maka dengan itu telah terpenuhi unsur pidana.

Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel tersebut atas nama HA dan ABC sebagai tersangka.

Pasal yang dilanggar terkait dengan tindak pidana yang disebutkan di atas sudah berkoordinasi dengan pihak KPK dan menetapkan pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pembahasan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 99 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, penetapan dua perwira TNI tersebut sempat membuahkan kisruh dan memancing sorotan masyarakat. Pihak TNI tidak bisa menerim prosedur yang dilakukan KPK menetapkan tersangka kepada personel TNI yang masih aktif. Dan itu itu Wakil Ketua KPK Johannis Tanak menyampikan permohonan maaf kepada TNI dan menyalahkan penyidik di KPK.

Sikap pimpinan KPK yang menyalahkan bahawan ini (penyidik) ini kemudian menyebabkan seorang direktur di KPK mengundurkan diri.

Kasus ini kemudian mempertontonkan ketidak kompakan di kalangan KPK, baik antra bawahan dengan atasan, maupun sesama pimpinan KPK yang nyata-nyata memperlihatkan beda pendapat di antara mereka. Kasus ini kemudian membuahkan sejumlah kritikan dan kecaman pedas dari masyatakat maupun kakalangan karyawan sendiri.**

Brilliansyah: