2022 Tahun Paling Mematikan bagi Anak-Anak Palestine

JAKARTA, Pewartasatu.com – Tahun 2022 bagi warga Palestina, khususnya bagi kaum ibu dan anak anak merupakan masa masa masa sulit yang paling menyedihkan dan mematikan.

Bagaimana tidak, Akibat peperangan, banyak anak yang kehilangan orangtua, begitu juga dengan orangtua yang kehilangan anaknya.

Yang parahnya adalah menyangkut kehidupan masa depan mereka. Peperangan mengakibatkan banyaknya anak anak dibawah umur yang cacat.

Ini sangat mengenakan. Kalau sudah begini, siapakah yang akan bertanggungjawab attas nasib dan kehidupan mereka di masa depan?.

Ada 5 point penting yang paling mematikan bagi anak-anak Palestina dan yang perlu kita ingat :

1. Pasukan Israel berulang kali dan secara sistematis menembak mati anak-anak Palestina, melanggar hukum internasional

Pasukan dan pemukim Israel telah menembak mati 36 anak Palestina dengan peluru tajam pada tahun ini di Tepi Barat. Di bawah hukum internasional, kekuatan mematikan yang disengaja hanya dibenarkan dalam keadaan mendapat ancaman langsung terhadap nyawa atau cedera serius.

Namun, investigasi dan bukti yang dikumpulkan oleh DCIP menunjukkan bahwa pasukan Israel menggunakan kekuatan mematikan yang disengaja terhadap anak-anak Palestina dalam keadaan yang dapat menyebabkan pembunuhan di luar hukum atau disengaja.

Pasukan Israel mengintensifkan operasi penangkapan dan serangan ke kota-kota Palestina di Tepi Barat pada 2022, menyebabkan peningkatan jumlah anak-anak Palestina yang dibunuh oleh pasukan Israel.

Puluhan warga Palestina telah tewas di Tepi Barat sejak militer Israel meluncurkan Operasi “Break the Wave” pada 31 Maret 2022. Sebagian besar penargetan militer Israel terhadap anak-anak Palestina terkonsentrasi di Tepi Barat utara pada 2022. Sebanyak 13 dari 36 anak Palestina yang dibunuh oleh pasukan Israel pada tahun 2022 tewas di Jenin.

Setengah dari semua anak-anak Palestina yang ditembak mati oleh pasukan Israel pada 2022 tewas di Jenin atau Nablus di Tepi Barat utara, menurut dokumentasi DCIP.

2. Anak-anak Palestina menanggung beban serangan tiga hari militer Israel di Jalur Gaza

Sebanyak 17 anak Palestina tewas setelah militer Israel melancarkan serangan militer selama tiga hari di Jalur Gaza pada awal Agustus,.

Menurut dokumentasi DCIP. Pasukan Israel membunuh delapan anak Palestina dalam empat serangan udara terpisah antara 5–7 Agustus. Lima anak Palestina terbunuh oleh roket yang gagal ditembakkan dari kelompok bersenjata Palestina, dan peneliti lapangan DCIP terus menyelidiki dua insiden lain yang menyebabkan empat anak Palestina terbunuh.

Militer Israel melancarkan serangan udara melintasi Jalur Gaza pada 5 Agustus, menewaskan sedikitnya 44 orang dan melukai sedikitnya 350 orang, menurut Al Jazeera. Sementara itu, gencatan senjata mulai berlaku pada pukul 11.30 malam pada 7 Agustus.

Serangan militer Israel terjadi hanya beberapa hari setelah pasukan Israel menangkap seorang pemimpin senior Jihad Islam di Jenin, Tepi Barat.

3. Pasukan Israel secara sewenang-wenang menahan, menganiaya, menyiksa, dan menuntut anak-anak Palestina dalam sistem penahanan militer Israel

DCIP memperkirakan rata-rata 132 anak Palestina ditahan di penjara militer Israel setiap bulan pada 2022. Data akurat tidak tersedia karena Layanan Penjara Israel telah berhenti merilis jumlah tawanan setiap bulan.

Anak-anak biasanya tiba di pusat interogasi dalam kondisi terikat, ditutup matanya, ketakutan, dan kurang tidur. Anak-anak sering terpaksa memberikan pengakuan setelah pelecehan verbal, ancaman, kekerasan fisik, dan psikologis yang dalam beberapa kasus merupakan penyiksaan.

Hukum militer Israel tidak memberikan hak untuk bantuan dari penasihat hukum selama interogasi, sementara hakim pengadilan militer Israel jarang menolak pengakuan yang diperoleh dengan paksaan atau penyiksaan.

Dari kesaksian 84 anak Palestina yang ditahan oleh pasukan Israel dari Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, DCIP menemukan bahwa:

70% mengalami kekerasan fisik setelah penangkapan 94% terikat tangan ,87% ditutup matanya, 54% ditangkap dari rumah mereka pada tengah malam, 58% menghadapi pelecehan verbal, penghinaan, atau intimidasi, 58% menjadi sasaran setidaknya satu penggeledahan telanjang, 63% anak-anak tidak mendapat informasi yang memadai tentang hak-hak mereka, 99% diinterogasi tanpa kehadiran anggota keluarga, 17% mengalami posisi stres
29% ditunjukkan atau ditandatangani dokumen dalam bahasa Ibrani, bahasa yang tidak dimengerti oleh kebanyakan anak Palestina
25% dimasukkan ke sel isolasi selama dua hari atau lebih.

4. Perintah penghancuran dan kekuatan berlebihan dari pasukan Israel mengancam hak anak-anak Palestina atas pendidikan

Sebanyak 58 sekolah Palestina yang terletak di Tepi Barat, termasuk di Al-Quds Timur, saat ini sedang dibongkar atau dihentikan perintah kerjanya oleh otoritas Israel, menurut UNICEF dan Klaster Pendidikan Wilayah Pendudukan Palestina yang dipimpin oleh Save the Children. Pada 2022, otoritas Israel memerintahkan pembongkaran atau menghentikan perintah kerja setidaknya enam sekolah di Area C Tepi Barat, yang berdampak pada sekitar 206 siswa.

Otoritas Israel melakukan tiga insiden pembongkaran yang menargetkan dua sekolah pada tahun 2022. Satu sekolah, Isfey al-Fouqa di daerah Masafer Yatta, Tepi Barat yang diduduki, dihancurkan dua kali, yaitu pada 23 November dan 6 Desember. Pembongkaran ini berdampak pada 85 siswa, menurut laporan tersebut. Bukti yang dikumpulkan oleh DCIP menunjukkan bahwa pasukan Israel secara rutin mengganggu, mengintimidasi, menahan, dan bahkan membunuh anak-anak Palestina yang berusaha mengejar pendidikan mereka.

5. Otoritas Israel melanjutkan kampanye represi untuk menghancurkan masyarakat sipil Palestina dan organisasi hak asasi manusia

Otoritas Israel secara dramatis meningkatkan serangan terhadap masyarakat sipil Palestina pada Agustus ketika pasukan Israel melakukan penggerebekan terhadap tujuh organisasi masyarakat sipil dan hak asasi manusia Palestina, termasuk DCIP, pada 18 Agustus.

Pasukan Israel menggerebek markas DCIP yang terletak di lingkungan Sateh Marhaba Al-Bireh, yang terletak tepat di sebelah selatan Ramallah sekitar pukul 05.55 pagi pada 18 Agustus. Belasan tentara Israel membuka paksa pintu depan kantor yang terkunci dan mengeluarkan komputer, mesin fotokopi, printer, dan data klien terkait dengan tawanan anak Palestina yang diwakili oleh pengacara DCIP di pengadilan militer Israel, sebagaimana ditunjukkan oleh rekaman CCTV. Mereka keluar dari kantor setelah 45 menit, mengelas pintu masuk, dan meninggalkan pemberitahuan yang ditempel di pintu yang memerintahkan penutupan kantor dan menyatakan DCIP sebagai organisasi ilegal.(**)

Sumber : Adara Relief Internasional

Maulina Lestari: