Jakarta, Pewartasatu.com – Universitas Airlangga (Unair) sudah menyelesaikan uji klinis tahapan ketiga obat penawar untuk penanganan pasien Covid-19.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga (Unair) menyatakan bahwa obat penawar virus Corona atau Covid-19 yang berhasil ditemukannya memiliki efektivitas kesembuhan yang tinggi.
Unair mengklaim bahwa pemberian obat dalam kurun waktu 1-3 hari, mampu membunuh virus setidaknya 90 persen.
“Efikasi obat tadi sudah kami paparkan. Untuk perbaikan klinis dalam 1 sampai 3 hari itu 90 persen,” tutu Purwati, seperti yang dikutip dari Antaranews, Minggu, Kemarin, (17/8).
Data itu didapat melalui pemeriksaan PCR. Dalam beberapa kondisi, efektivitas obat ini bahkan bisa mencapai 98,9 persen. Yang berarti, virus yang berada di dalam tubuh, hampir seluruhnya mati dalam waktu singkat.
Purwati menuturkan, obat tersebut telah melalui uji klinis tahap 1, 2, dan 3. Sedangkan untuk uji klinis tahap 4 akan dilakukan setelah obat dipasarkan secara masal.
“Jadi untuk memperoleh izin edar itu jenisnya sampai 3,” tutur Purwati. Seperti yang dilansir dari Liputan6, Senin, (17/08).
Selain itu, untuk pengembangan obat Covid-19 diinisiasi oleh Unair bekerja sama dengan TNI AD, BIN, serta BPOM. Ada tiga kombinasi obat yang dihasilkan Unair. Yang pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Uji klinis dilakukan pada 7 Juli hingga 4 Agustus, dalam keterangan yang diterima, bahwa protokol uji klinis telah mendapatkan persetujuan pelaksanaan uji klinis (PPUK) oleh BPOM dengan Nomor PP.01.01.1.3.07.20.06, seperti yang dikutip dari CNN Indonesia, Senin, (17/8).
Sementara itu, dengan mengevaluasi hasil pemeriksaan klinis pada fungsi liver, fungsi jantung, fungsi ginjal, dan ECG, obat Covid-19 ini diklaim elatif aman diberikan. Obat ini juga diklaim dapat menurunkan badai sitokin, menormalkan keadaan trombositopenia, dan limfopenia sebelum dan tujuh hari setelah penggunaan obat.
Purwati memastikan bahwa obat untuk Covid-19 itu tidak berbahaya untuk dikonsumsi, tetapi tetap memiliki efek samping bagi pasien.
“Setiap sesuatu obat pasti ada efek sampingnya. Setidaknya uji toksisitas dari kombinasi obat yang kita lakukan, maka di situ efek samping ditemukan tidak terlalu toksit,” kata Purwati.
Selain itu, Nasih menuturkan, pembuatan obat Covid-19 ini sudah dilakukan sejak Maret 2020. Seluruh prosedur yang dipakai telah mengikuti yang disyaratkan BPOM. Saat ini obat tersebut hanya tinggal menunggu izin edar dari BPOM sebelum diproduksi masal.
“Yang perlu ditekankan adalah untuk produksi dan edarnya kita tetap masih menunggu izin produksi dan edar BPOM. Artinya obat ini belum akan diproduksi sepanjang belum ada izin BPOM,” kata Nasih.