JAKARTA, Pewartasatu.com– Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) inisiatif Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disetujui tujuh dari sembilan fraksi dan telah disahkan Rapat Paripurna DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/10) banyak mengambil kewenangan Pemerintah Daerah sehingga bertentangan dengan prinsip Otonomi Daerah (Otda).
Karena itu, ungkap legislator dari Dapil II Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Suryadi Jaya Purnama dalam keterangan kepada Beritalima.com, Selasa (6/10), seluruh kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) itu harus dikembalikan karena pencabutan kewenangan Pemda.
“Itu hanya contoh kecil dari sekian banyak persoalan yang ada dalam UU Omnibus Law Ciptaker. Karena itulah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR satu dari dua fraksi yang menolak RUU Omnibus Law Ciptaker disahkan menjadi UU,” kata wakil rakyat di Komisi V DPR RI tersebut.
Contoh lain, kata Suryadi, Pemerintahan Jokowi tetap kekeuh berkaitan dengan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)) diterbitkan Pusat. Padahal, SLF itu adalah kewenangan selama ini adalah kewenangan Pemerintah Daerah.
“Saya menilai, pembahasan Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) dalam RUU ini juga tidak optimal karena adanya ketidaksinkronan ketentuan dalam penerbitan,” jelas Purnama.
SLF antara UU No: 28/2002 tentang Bangunan Gedung dengan UU No: 20/2011 tentang Rumah Susun. Pembahasan RUU Ciptaker di Badan Legislasi (Baleg) dihasilkan perubahan pada Pasal 37 ayat 2 UU No: 28/2002 disebutkan, SLF diterbitkan Pemerintah Pusat. Pasal 39 ayat 3 UU No: 20/2011 malah menyebutkan SLF diterbitkan Pemerintah Daerah.
Jadi, penolakan Fraksi PKS tersebut, lanjut Suryadi, karena substansi pengaturan yang terdapat dalam RUU Ciptaker memiliki implikasi yang luas terhadap praktek kenegaraan dan pemerintahan sehingga perlu ada pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materil UU itu sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan.
“Selain itu, pembahasan RUU Ciptaker bukan hanya dilaksanakan ketika wabah pandemi virus Corona (Covid-19) melanda Indonesia sehingga mengakibatkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU Ciptaker,” jelas wakil rakyat yang membidangi infrastruktur dan transportasi tersebut.
Suryadi juga melihat, banyak materi muatan dalam UU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak optimalan dalam pembahasan. Padahal UU ini memberikan dampak luas terhadap banyak orang,” demikian Suryadi Jaya Purnama. (fandy)