JAKARTA, Pewartasatu.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) serta Partai Demokrat DPR RI menolak keberadaan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang tergesa-gesa disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10).
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, drh Slamet menyoroti dua Isu sentral mengapa Fraksi dari partai berlambang padi dan kampas itu menolak RUU Ciptaker yang sudah disahkan Rapat Paripurna DPR RI di Ruang Paripurna Gedung Nusantara II Komplek Parlemen awal pekan ini. “Kedua isu itu sangat membahayakan,” kata Slamet kepada Pewartasatu.com, Rabu (7/10) siang.
Kedua isu besar tersebut lanjut wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat ini terkait kedaulatan pangan dan lingkungan. UU Ciptaker ditolak Fraksi PKS melanggar beberapa hal prinsip seperti terancamnya kelestarian lingkungan dan kedaulatan pangan.
Sesuai bidang kerja di DPR, di Komisi IV, Slamet sudah mengingatkan kepada mitra kerja Pemerintah terutama Kementerian Pertanian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar tidak keluar dari rambu-rambu UU Dasar NRI 1945.
“Meskipun pembahasan RUU ini dilakukan di badan legislasi DPR, bukan di komisi tetapi karena isunya menyangkut pembahasan komisi, sehingga kewajiban kami untuk selalu mengingatkan pemerintah agar tetap pada rambu dan jalan yang memihak pada rakyat dan bangsa”, tutur Slamet.
Slamet menjabarkan, isu-isu yang berkaitan dengan ketentuan World Trade Organization (WTO) yang mengakibatkan panja RUU Ciptaker harus mereformulasi ketentuan 4 UU existing seperti UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Hortikultura, UU Peternakan dan Kesehatan Hewan dan UU Pangan.
“Bagi kami kedaulatan pagan adalah hal yang sangat krusial khusunya ditengah ketidakpastian ekonomi global akibat wabah pandemi Covid-19, strategis kedaulatan pangan ini merupakan perlindungan kepentingan dalam negeri untuk menjaga dan memperkuat pangan nasional. Untuk itu, sektor pangan ini tidak boleh dilemahkan.”
Hal Tehnis yang mesti dijaga adalah, impor harus tetap dibatasi jika masih bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri. “Pembatasan impor juga akan menyelamatkan petani kecil yang selama ini sangat terpukul akibat kebijakan impor yang ugal-ugalan” kritis Slamet.
Wakil rakyat ini menunjukkan UU Ciptaker telah menghapus ketentuan pelarangan orang perorangan atau korporasi untuk mengimpor pangan saat kondisi pangan dalam negeri masih mencukupi begitu juga dengan sanksinya. “Ini akan semakin menunjukan bahwa visi kedaulatan pangan hanya menjadi isapan jempol belaka”, tegas dia.
Berkaitan dengan isu Lingkungan, penghapusan ketentuan luasan hutan minimum 30 persen juga menjadi perhatian Slamet di Poksi IV Fraksi PKS. “Tidak semua daerah proporsi hutannya ada yang sudah dibawah 30 persen. Namun, itu bukan menjadi alasan untuk menghilangkan batas minimum tersebut karena luasan tersebut bisa dialihan ke ruang terbuka hijau,” kata Slamet.
Dokter hewan tamatan Universitas Udayana Denpasar ini menyayangkan, usulan Fraksi PKS berkaitan dengan pasal 67 dan 68 di UU Perkebunan diabaikan pemerintah. Pasal 67 yang telah dihapus ini mewajibkan pelaku usaha membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.
Setiap pelaku usaha, lanjut Slamet, pada UU yang dihapus ada ketentuan harus memiliki analisis dan manajemen risiko bagi yang menggunakan hasil rekayasa genetik; dan membuat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan sarana, prasarana, dan sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran.
“Ini alasan yang sangat wajar, kenapa Fraksi kami FPKS menolak RUU Cipta Kerja secara Substantif. Banyak hal-hal di masa depan yang akan mengganggu keberpihakan kepada rakyat dan bangsa ini, terutama yang akan mendompleng kepentingan-kepentingan asing,” demikian drh Slamet. (fandy)