JAKARTA, PEWARTASATU.COM – Banyaknya persoalan yang menjerat anak di Indonesia seperti kasus kekerasan, perkawinan anak, pekerja anak, dan lainnya, ini merupakan akibat dari pengasuhan yang salah di dalam keluarga baik oleh orangtua maupun keluarga pengganti. Apalagi di masa pandemi Covid-19, banyak anak yang orangtuanya kehilangan mata pencaharian, bahkan ada yang harus kehilangan orangtua karena terpapar Covid-19, sehingga mereka memerlukan pengasuhan alternatif.
Maka, disinilah pentingnya peran Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) sebagai tempat pembelajaran yang memberikan layanan pendampingan berupa edukasi, informasi, konseling, dan sosialisasi bagi keluarga yang mengalami masalah demi meningkatkan kualitas pengasuhan dalam keluarga.
“Keluarga merupakan pengasuh pertama dan utama, memiliki peran penting membangun pondasi utama dalam mengembangkan karakter dan budi pekerti pada anak melalui pengasuhan berbasis hak anak. PUSPAGA sebagai layanan keluarga preventif dan promotif yang berperan meningkatkan peran keluarga dalam pengasuhan berbasis hak anak haruslah terstandar. Minimal harus ada 1 (satu) PUSPAGA terstandar di tiap Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jika belum, maka layanan yang diberikan rentan menjadi tidak akuntable,” ungkap Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny Rosalin dalam acara ‘Sosialisasi Pelaksanaan Standardisasi PUSPAGA’ yang dilaksanakan secara virtual.
Lenny menambahkan bahwa saat ini, ada 149 PUSPAGA yang terbentuk di Indonesia, tapi tidak cukup untuk mendampingi 81,2 juta keluarga Indonesia. Disinilah pentingnya peran keluarga untuk melindungi anak dengan baik. PUSPAGA harus mampu mencetak keluarga sebagai pelopor dan pelapor, sekaligus agen perubahan dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak, demi mempercepat terwujudnya 24 indikator Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA) yaitu pencegahan perkawinan anak, stunting, pencegahan pekerja anak, pemenuhan hak sipil anak, dan lainnya.
Lebih lanjut Lenny juga mengajak seluruh pihak untuk bersinergi menjadikan seluruh PUSPAGA tersebut terstandardisasi. “Tahun depan ada 21 PUSPAGA yang akan distandarisasi, sebaiknya ada tim pendamping di tingkat Provinsi sehingga dapat mempercepat dan mempermudah proses standarisiasi PUSPAGA di seluruh Indonesia. Minimal melalui 2 (dua) hal utama, yaitu membentuk tim standarisasi dan tim sertifikasi PUSPAGA. Kami mengajak seluruh pihak untuk membantu mempercepat proses ini termasuk pemerintah daerah. Kemen PPPA sudah membuat surat edaran terkait standar layanan kepada para Bupati dan Gubernur terkait layanan PUSPAGA,” jelas Lenny.
Standardisasi PUSPAGA dilaksanakan sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun komponen standardisasi PUSPAGA terdiri dari kelembagaan, sumber daya, program dan layanan, sop layanan, protokol penanganan risiko bencana dan adaptasi kebiasaan baru, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
Dengan adanya intervensi PUSPAGA, diharapkan kondisi keluarga yang sebelumnya negatif penuh masalah, seperti banyak pekerja anak, tingginya kekerasan anak, dapat mengubah kondisi keluarga menjadi positif (lebih baik). Upaya ini juga turut mendongkrak capaian kabupaten/kota layak anak, mengingat PUSPAGA menjawab indikator ke-8 dari 24 indikator KLA. Keberadaan PUSPAGA diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi keluarga Indonesia, seperti tidak ada lagi perkawinan anak, tidak ada kekerasan terhadap anak, tidak ada pekerja anak, setiap anak memiliki akta kelahiran, menjaga asupan dengan gizi seimbang, mengecek kesehatan anak secara berkala, melarang anak merokok, membersikan sanitasi di lingkungan rumah, menyekolahkan anak setinggi mungkin, dan memastikan anak melakukan aktifivitas positif dan bermanfaat di luar jam sekolah.
“Saya mengapresiasi peran para pemberi layanan PUSPAGA yang telah berupaya membantu keluarga Indonesia dalam memastikan tumbuh kembang anak berjalan optimal. Semoga upaya ini bisa diperkuat dan diteruskan ke depan. Keberadaan PUSPAGA memberi dampak positif bagi kemajuan 80 juta anak Indonesia. Mari bersama hadirkan pelayanan PUSPAGA yang optimal demi mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 dan Generasi Emas 2045,” ujar Lenny.
Pada acara ini, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Zanariah menuturkan Kemen PPPA sudah mengawal pengembangan pelayanan PUSPAGA dengan baik di berbagai daerah. Untuk itu Zanariah mengajak seluruh penyedia layanan PUSPAGA di daerah untuk melakukan sosialisasi bersinergi dengan kepala daerah, legislatif, serta CSR demi meningkatkan kualitas keluarga di daerah masing-masing.
“Kementerian Dalam Negeri siap memberikan dukungan bagi seluruh prioritas nasional termasuk standardisasi PUSPAGA, seperti memberikan advokasi kepada daerah yang membutuhkan. Kita akan menggali data kluster daerah yang paling parah terdampak Covid -19, untuk kemudian diberikan advokasi dan pendampingan,” tutur Zanariah.
Di samping itu, Direktur Pengembangan Program dan Kualitas Advokasi, Yayasan Tunas Cilik, Tata Sudrajat mengungkapkan di tengah banyaknya masalah yang dihadapi anak, PUSPAGA hadir memberikan intervensi di awal kepada keluarga, baik berupa intervensi primer (pendidikan dan peningkatan kepekaan), sekunder (sudah terlihat risiko untuk dicegah), dan tersier (penanganan kasus). Menurut Tata fokus utama intervensi yang terpenting harus dimulai dari intervensi primer atau universal.
“PUSPAGA yang berhasil adalah PUSPAGA yang dapat mencegah anak agar tidak terjerat ke dalam permasalahan di sekitarnya. Mengatasi anak yang sudah terjerat masalah jauh lebih mahal dibanding melakukan pencegahan,” tegas Tata.(Maulina)