Aktual Business Ekonomi Featured

Selamatkan Garuda dari Mafia, Ketimbang Biayai Kereta Cepat

Illustrasi: Beberapa pesawat maskapai Garuda Indonesia. (Foto: aviatren.com)

Pewarta Satu— Usai melancarkan kritik tajam kepada pemerintah yang akan membangkrutkan Garuda melalui channel youtube-nya, pengamat yang juga aktivis oposisi, Muhammad Said Didu, bicara blak-blakan tentang nasib Garuda yang selalu menjadi korban mafia.

‘’Penyakit Garuda itu sejak dulu …ya pada penyewaan pesawat,’’ ungkap Didu melalui channel youtube, Hersubeno Point, yang dikutip Pewarta Satu, Selasa pagi (2/11).

Karena itu, ia mengusulkan harus ada tim independen yang mengkaji masalah penyewaan pesawat ini, yang berdasarkan pengalaman, selalu ada mafia yang mengambil kesempatan.

Menjawab Hersubeno Arif, Didu cerita panjang lebar tentang nasib Garuda yang juga pernah mau dimatikan, namun atas usul usulnya diselamatkan dengan syarat Garuda berhenti hidup mewah. Kantornya di Merdeka Selatan sebagai simbol kemewahan dipaksa dijual (kini jadi kantor Menteri BUMN) dan harus pindah ke Cengkareng…dst.

Sekarang pun, Didu menyarakankan pemerintah lebih memilih menghidupan Garuda ketimbang harus membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang pembiayaannya membengkak. ‘’Itu berdasarkan pertimbangan akal sehat,’’ katanya.

Secara logis mantan Sekertaris Menteri BUMN itu mengutarakan hitung-hitungan. Dia mengatakan Menteri BUMN tidak salah jika saat ini sibuk menyiapkan sekoci, Pelita Air, apabila Garuda jadi dibangkrutkan. Tapi, membangun Pelita itu juga butuh anggaran.

Lalu, kalau Garuda bubar, pemerintah akan menanggung kerugian besar dan kehilangan antara Rp 20 Triliun sampai Rp30 Triliun, karena maskapai ini punya utang yang tidak sedikit ke bank bank BUMN, ke Pertamina dan ke Bandara.

Kedua, kita juga kehilangan manfaat GMF (fasilitas maintenance milik Garuda). Itu asset berharga. Tapi tidak bisa dimanfaatkan kalau Garuda mati.

Karenanya, Didu mengatakan, pemerintah punya pilihan, menyelamatkan puluhan triliun rupiah melalui pembiayaan puluhan triliun rupiah juga. Atau, meneruskan proyek KCJB dengan pengeluaran puluhan triliun rupiah, yang prospeknya tidak jelas.

Jika Garuda dibenahi, dengan membangun Garuda Baru, baru secara kultural, tidak hidup mewah, termasuk perundingan kembali masalah penggajian, prospek keuntungannya jelas.

Kalau proyek KCJB diteruskan melalui penyedotan dana APBN, prospeknya tidak jelas. Catatan Pewarta Satu sendiri, tak kurang dari pakar ekonomi UI, Faisal Basri, sudah memperhitungkan, sampai kapan pun KCJB tidak akan kembali modal.

Selalu Ada Mafia

Berkisah tentang Garuda yang juga pernah mau dimatikan, di mana dia juga termasuk salah satu pelaku sejarah, mantan Sekertaris Menteri BUMN itu menambahkan, Garuda sendiri tidak pernah menyewa pesawat. Tapi dia disewain. Oleh siapa? ‘’Oleh orang lain,’’ kata Didu tanpa menyebut siapa.

‘’Selalu ada mafia,’’ katanya lagi ketika ditanya lebih jauh, siapa yang dimaksud dengan orang lain itu.

Anda tahu, katanya, dulu ada sebuah perusahaan penerbangan terkenal yang diberitakan membeli ratusan pesawat terbang.

Ia menambahkan, yang terjadi sebenarnya, tujuan perusahaan itu hanya untuk mem- booking pesawat pesawat itu di pabrik, sehingga orang lain tidak bisa membelinya. Nah, bagi Garuda, kalau perlu pesawat, tak ada jalan lain selain menyewanya melalui lessor. Begitulah yang terjadi.

Dalam kaitan ini, Said Didu sendiri tak setuju apabila Garuda melayani rute rute panjang. Selain butuh pesawat yang terpaksa harus disewa, juga akan bersaing ketat dengan maskapai maskapai asing termasuk SQ, misalnya.

Kesimpulannya, kalua Garuda baru dibangun alias tidak jadi dibunuh, masalah penyewaan pesawat ini harus menjadi perhatian utama. Harus ada tim independen untuk melakukan pengkajian masalah penyewaan pesawat ini. (ram)

Leave a Comment