Awan Bayan (Foto:Ist)
Oleh : Aswan Bayan, Pemred Pewartasatu.com
Kecenderungan sifat manusia untuk mencintai harta benda seperti uang, emas, perak, properti, kendaraan dan harta benda lainnya adalah sejalan dengan penjelasan alqur’an surat ali-imron ayat 14 ;
” Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia, cinta terhadap apa yang diinginkan berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah – lah tempat kembali yang baik”.
Bahkan jika tidak dikendalikan dengan nilai nilai akhlak, keimanan dan ketakwaan, tidak diatur dengan sistim hukum yang baik dan penegak hukum yang bermoral, tidak dikendalikan oleh keluarga yang berintegritas maka manusia cenderung rakus dan tamak. Manusia ingin menumpuk harta yang sebanyak banyaknya meski dengan cara yang kotor, korupsi, berkhianat, membuat fitnah yang keji, menipu, memeras dan lainnya yang kemudian bisa merugikan masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari, Nabi Muhammad SAW. bersabda, ” Sekiranya manusia sudah memiliki harta sebanyak dua bukit, niscaya dia akan mencari harta pada bukit yang ketiga. Dan tidaklah manusia akan merasa kenyang, sampai perutnya dipenuhi dengan tanah (mati)”.
Kecenderungan manusia yang rakus dan tamak ini akan sangat berbahaya dampak buruknya terhadap bangsa dan negara serta agama bilamana dilakukan secara kolektif dalam sebuah lembaga negara, organisasi, perkumpulan yang diatur secara sistematis dari hulu sampai ke hilir oleh pimpinan tertinggi hingga yang paling rendah.
Dalam perspektif alqur’an sebagaimana diinformasikan dalam surat Al – Jaasiah ayat 19.
” Sungguh, mereka tidak akan dapat menghindarkan engkau sedikitpun dari azab Allah. Dan sungguh orang – orang yang zalim itu sebagian menjadi penolong atas sebagian yang lain; sedang Allah pelindung bagi orang – orang yang bertakwa”.
Kegiatan ini disebut sebagai persekongkolan orang – orang zalim, sehingga bagi orang – orang beriman dan bertakwa wajib melakukan perlawanan kolektif.
Jika negara, masyarakat dan bangsa membiarkan kerakusan kolektif ini terus berlangsung maka akan mengundang musibah yang tidak kunjung habis dan bahkan terus bertambah dan lebih dahsyat lagi.
Baik musibah alam seperti yang sering kita alami selama ini maupun musibah moral seperti saling mengkhianati, saling menjatuhkan, saling menggunting dalam lipatan, saling memfitnah yang pada akhirnya menggoyahkan struktur hukum yang sedang dibangun bersama.
Kerakusan kolektif harus dilawan secara kolektif pula, mulai dari keluarga menanamkan anti kerakusan dan ketamakan, lembaga pendidikan, organisasi sosial kemasyarakatan, para tokoh ulama, para pendidik, dan semua orang yang memiliki keyakinan dan harapan bahwa bangsa dan negara indonesia yang kita cintai ini harus diselamatkan dari peri laku manusia rakus dan tamak yang sangat berbahaya bagi masa depan bangsa indonesia.