Prof. Ir. Budi Santosa Purwokartiko, Ph.D saat (20/12/20180 dilantik sebagai Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) untuk periode 2018 sampai 2022 /dok.itk.ac.id/
JAKARTA. Pewartasatu.com – Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) Dr.Muhammad Taufiq SH, MH, menyebutkan, paling tidak ada tiga pasal undang-undang yang bisa menjerat Prof Dr Budi Santosa Purwokartiko.
Yaitu pasal-pasal yang terdapat pada UU Antiras dan Penghapusan Diskriminasi, UU ITE dan KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum.
“Jadi sekali lagi, terbuka lebar buat kita untuk memberi pelajaran kepada professor ini,” kata Dr.Muhammad Taufiq melalui channel youtube MT&P-nya yang dikutip Pewartasatu.com, Sabtu (7/5).
Dijelaskan, kali ini saluran MT&P khusus menyajikan konten tentang Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Dr Budi Santosa Purwokartiko terkait narasi yang dikembangkan pejabat Negara tersebut.
Narasi tersebut sengaja diunggah di media sosial dan mendapat kecaman banyak pihak sebagai bentuk rasisme dan serangan terhadap Islam. Namun hingga kini belum terlihat adanya tindakan terhadap professor tersebut.
Taufiq menilai, Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) itu layak dipenjara. “Dan saya ingatkan, lebih-lebih Anda juga tidak meminta maaf, dan saya sangat suka Anda tidak melakukan permintaan maaf itu,” ujarnya.
Di pihak lain, Taufiq berpendapat, walau yang bersangkutan sudah menghapus unggahannya, tetap tak bisa menghilangkan kejahatannya.
Taufiq sendiri tak mengungkapkan lebih jauh langkah apa yang akan mereka ambil terkait kasus ini. Dia hanya mengungkapkan kegembiraannya bakal bertemu “lawan” yang seimbang.
Seperti diberitakan sebelumnya Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Profesor Budi Santosa Purwokartiko dikecam publik dan sejumlah tokoh.
Sebagaimana diberitakan Pewartasatu.com (2 Mei 2022), pernyataan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof.Budi Santosa Purwokartiko, yang menyebut wanita berhijab dengan manusia gurun dinilai sebagai sebuah serangan terhadap Islam.
Pernyataan rektor ITK itu, merupakan bagian dari realitas makin gencarnya serangan Islamo Phobia di Indonesia. “Tidak aneh dan saya yakin ini bukan yang terakhir,” kata Sekertaris Yayasan Islamic Center Bekasi, Amin Idris menjawab Pewartasatu.com, Minggu 1 Mei 2022.
Islamo phobia itu menyerang ajarannya, menyerang simbol simbol dan organisasinya, lalu yang ketiga menyerang tokoh atau orangnya.
“Yang dilakukan rektor ITK adalah menyerang ajarannya yakni hijab dan simbolnya yakni fashion atau pakaian,” ujar Amin lebih lanjut.
Taufiq menilai, kasus Prof Budi ini telah memenuhi banyak sekali pasal-pasal pidana.”Yang paling gampang saja UU ITE, yaitu UU No.1 Tahun 2008 jo UU no.11/Thn 2016.”
“Jelas kalimat itu (narasi yang dikembangkan Prof Budi-red) bisa dikenakan pasal 28 ayat 2, dengan ancaman pidana penjara 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 1 miliar rupiah,”tutur adovokat dari MT&Partner Law Firm, Surakarta ini.
“Juga jangan dilupakan, Pak Rektor itu dibayar sebagai pewagai negeri, jadi sangat tidak layak (dia berbuat demikian),” lanjut Taufiq.
Ia juga menyebut ada pasal lain yang bisa dikenakan kepada Rektor ITK tersebut. Yaitu pasal 16 undang-undang yang mengatur tentang Penghapusan Diskriminasi dan Ras, dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda Rp500 juta.
Taufiq menyebut, sekali pun, misalnya, Prof Budi sudah meminta maaf, masyarakat di mana pun dan apa pun keyakinannya, dia yakin banyak yang tidak sepaham dengan Rektor ITK itu.
Dia menilai, dari kalimat yang dinarasikan Rektor ITK itu, jelas dia mengarahkan kebenciannya kepada kelompok tertentu, dalam hal ini agama Islam. “Dengan dalih apa pun, itu tidak penting.”
Karena itu, Presiden AAPI ini mengharapkan, siapa pn tokohnya, atau syukur-syukur mahasiswi yang disebut memakai tutup kepala ala manusia gurun. “Jelas pasal-pasal itu terpenuhi.”
“Kita uji saja nyalinya, profesor yang sehari-harinya dihidupi dengan biaya APBN (anggaran Negara –red) itu punya nyali atau tidak.”
“Dilaporkan saja ke Polda Kaltim, atau Mabes Polri sekalian. Kalau ternyata di dua institusi itu tidak ada respon, masih ada kesempatan lain,”ujar Tafufiq.
Pengajar Fak.Hukum Unissula Semarang ini menyebut, kesempatan yang dimaksud adalah mengugat perbuatan melawan hokum berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata.
Taufiq melontarkan kekesalannya, di saat bulan baik, manusia yang digaji oleh Negara, yang seharusnya sebagai aparatur sipil yang memberi contoh, justru bersikap rasis.
Di pihak lain, Taufiq menyatakan dilihat dari kapasitasnya, tidak yakin Mendikbud Ristek mau menjatuhkan sanksi kepada Prof Budi Santoso Purwokartiko selaku Rektor ITK. **