Featured Nasional

Massa Tolak Harga BBM, Buruh Tuntut Upah dan Gugat UU Cipta Kerja

Massa demo di kawasan Patung Kuda, Sekitar Monas dan Jl.Merdeka Barat, Jakarta//Foto: portalmnc

JAKARTA. Pewartasatu.com – Massa unjuk rasa tolak kenaikan harga BBM dari elemen Aksi 1209 yang terdiri Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR), Persatuan Alumni 212 (PA 212), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF Ulama) dan Front Pembela Islam (FPI) membubarkan diri dengan tertib Senin petang (12/9).

Massa Aksi 1209 membubarkan diri setelah melakukan orasi penolakan kenaikan harga BBM. Massa juga meneriakkan pemerintah bohong, presiden bohong, yang dimaksudkan bahwa pmerintah telah berbohong menyebut angka subsidi BBM mencapai Rp502 Triliun.

Soal besaran angka subsidi juga menjadi bahan orasi orator yang tampil di atas mobil komando. Orator menyebut penjelasan pmerintah bahwa subsidi BBM sangat memberatka APBN tidaklah benar, angka-angka yang dikemukakan Presiden juga disebutkan tidak benar.

Sebelum massa aksi 1209, lebih dulu yang melakukan unjuk rasa penolakan kenaikan harga BBM ini adalah dari elemen buruh. Selain memenuhi sekitarareal Patung Kuida di Jalan Merdeka Barat, massa buruh juga mendatangi Balai Kota.

Akasi di Balai Kota ini selain menolak BBM, massa buruh juga menuntuk dua hal lain, yaitu kenaikan upah dan tetap menolak UU Omnibus Law alais UU Cipta Kerja.

Dalam orasinya, massa buruh melontarkan tuntutan pertama, kenaikan harga BBM tersebut akan menurunkan daya beli yang saat ini sudah turun sebesar 30%. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50%.

“Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflasi menjadi 6.5% hingga 8%, sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket,” ujar seorang orator.

Kedua, upah buruh tidak naik dalam 3 tahun terakhir, bahkan Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021.

“Dengan kata lain, diduga tahun depan upah buruh tidak akan naik lagi, dan kami menuntut kenaikan Upah Minimun tahun 2023 sebesar 10-14%,” tegasnya

Ketiga, menuntut Menolak Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 Cipta Kerja.

Massa buruh meminta kepada Gubernur DKI JAKARTA Anies Baswedan mendukung tiga tuntutan tersebut.**

Leave a Comment