Aktual Featured

Ahli Pidana Kembali Desak Kapolri Copot Kapola Jatim Terkait Kanjuruhan

Penggunaan gas air mata yang memicu Tragedi Kanjuruhan terjadi. //Foto: istimewa

JAKARTA. Pewartasatu.com — Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) kembali mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda Jatim, Irjen Nico Afinta sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam Tragedi Kanjuruhan yang menelan ratusan jiwa korban tewas.

Presiden AAPI, Dr.Muhammad Taufiq SH, MH melalui channel M.T & Partner yang dikutip Kamis 6 Oktober 2022, mengemukakann Tragedi Kanjuruhan yang menimbulkan ratusan korban ini sudah merupakan peristiwa pidana, tak bisa hanya diarahkan kepada pelanggaran kode etik dan kelalaian.

“Saya kecewa dengan Kapolri yang menyatakan akan mencari siapa yang memerintahkan penggunaan gas air mata,” lanjut Taufiq.

Karena itu hal yang sudah jelas. Tak mungkin menembakkan gas air mata tanpa persetujuan, tanpa perintah. “Copot saja itu Kapolda dan Kapolres, lalu diadili. Ini bukan pelanggaran etika, ini pidana,” kata Taufiq yang juga dikenal sebagai pengajar Fakultas Hukum Unissula Semarang itu.

  • Baca juga: Ribuan Tanda Tangan Petisi Mendesak Iwan Bule Untuk Mundur Dari Ketua PSSI

“Sama seperti yang diucapkan Panglima TNI, bahwa tentara yang melakukan tendangan kungfu itu bukan pelanggaran etik, tapi pidana,” lanjutnya.

Tragedi Kanjuruhan terjadi usai laga Arema Malang FC dengan Persebaya, 1 Oktober 2022 malam. Data terakhir dari pemerintah per 3 Oktober 2022 menyebutkan, jumlah korban Tragedi Kanjuruhan mencapai 448 orang. Di antaranya, 125 tewas, 21 luka berat, 302 orang luka ringan.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan tragedi memilukan yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban di pertandingan sepak bola tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Mewakili Amnesty International, Usman mengecam dan mendesak pihak berwajib untuk melakukan investigasi mendalam terkait penyalahgunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan.

Usman juga mengatakan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta patut dimintai pertanggunjawaban, bahkan dicopot dari jabatannya.

Usman menilai, ada unsur pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam peristiwa itu. Menurutnya, pencopotan itu diperlukan karena Nico memegang unsur keamanan tertinggi di wilayah Jatim.

Dr.Muhammad Taufiq secara detil merinci tragedy Kanjuruhan ini berdasarkan rekaman video yang mereka miliki. Dia menyesalkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan akan mengusut siapa orang yang bertanggungjawab dan memerintahkan penggunaan gas air mata.

Ini kan Polri, yang jelas organisasi dan hirarkinya. “Kapolri tak perlu lagi mengulang pernyataan itu, jelas hal itu tanggungjawab Kapolda dan Kapolres di mana pertandingan itu digelar,” kata Taufiq.

Advokat dari MT& Partner Law Firm Surakarta ini terus terang mengecam penggunaan gas air mata yang memicu tragedi ini.

Mengutip salah seorang Purnawirawan TNI, Taufiq mengatakan, gas yang ditembakkan dalam kerusuhan ini bukanlah gas yang diperuntukkan untuk menghalau massa, tapi memang gas yang mematikan, untuk membuat sesak nafas dan akhirnya mati.

Kalau dilihat dari SOPnya (standar prosedur operasinya) kejadian ini menurut Taufiq juga konyol. Sebab tidak ada perkelahian antar supporter (Aremania vs Bonek). Taufiq menyebut ada rekaman video kesaksian.

Supporter hanya melakukan protes, kenapa permainan jelek, sementara pemain-pemain juga sudah diungsikan.
Secara keseluruhan, Taufiq mengatakan, kalau dilihat dari awal kejadiannya, bermula biasa saja. Kalau penonton berteriak-teriak di lapangan, itu biasa.

“Tapi kalau kita lihat detik-detik kerusuhan ini, diawali ketika ada aparat berbaju hitam, ada supporter Aremania yang naik pembatas tribun, lalu ditendang. Itu sepertinya pemicu,” beber Taufiq.

Taufiq juga menunjuk tayangan lain, yang memperlihatkan ada supporter yang dikejar-kejar. Bahkan ada tendangan dan bukan hanya oleh polisi tapi juga tentara. “Ini menurut saya satu hal yang tak bisa dibenarkab.”

“Apalagi tentara, dia hadir di sana karena di BKO-kan (bawah kendali operasi). Dia baru bertindak kalau ada kerusuhan, bukan berarti dia mengambil inisiatif sendiri,” ujar Taufiq.

Sebagai pakar hukum Taufiq menyarankan, Aremania bisa melakukan gugatan pidana dan perdata sekaligus atas tragedy ini, berdasarkan pasal 98 KUHAP. Siapa yang dilaporkan?

Menurut Taufiq yang dilaporkan adalah panitia pelaksana pertandingan, inspektur pertandingan dan aparat keamanan.

Menurut Taufiq, apa pun alasannya, polisi tidak dibenarkan melakukan kekerasan. Karena tujuan dibentuknya polisi itu hanya ada dua, yaitu melindungi warga Negara danmenjaga warga Negara untuk mendapatkan rasa aman.

Sebelumnya, Asosiasi Ahli Pidana Indonesai (AAPI) melalui press releasenya juga menyatakan, negara harus bertanggungjawab atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu malam 1 Oktober 2022 yang mengakibatkan jatuhnya 182 korban tewas dan luka-luka.
AAPI juga mendesak Kapolri mencopot Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Malang, meminta Kompolnas dan Komnas HAM memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas. **

 

 

 

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan, Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Pol Nico Afinta patut dimintai pertanggungjawabannya, bahkan dicopot dari jabatannya terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim) yang menewaskan 125 orang. Usman juga menilai, ada unsur pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam peristiwa itu. “Kapolda Jawa Timur Layak dimintai tanggung jawab termasuk dicopot jika memang gagal atau tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan untuk mencegah kejadian tersebut, atau tidak segera menindak anggotanya yang menyebabkan banyak kematian warga,” kata Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Selasa (4/10/2022).

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menegaskan bahwa tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022 akibat kerusuhan yang dipicu tembakan gas air mata polisi bukan merupakan pelanggaran etik oleh aparat, melainkan pelanggaran pidana. Sejauh ini, Polri telah memeriksa 28 personelnya yang diduga terlibat dalam tragedi yang menewaskan sedikitnya 125 orang (data versi Polri) tersebut. Sebanyak 34 korban yang tewas di antaranya anak-anak berusia 4-17 tahun berdasarkan data Kementerian PPPA. Buntut peristiwa ini, sebagian personel telah dinonaktifkan dan dimutasi. Baca juga: Pembentukan Pansus Tragedi Kanjuruhan DPR Diminta Tak Tumpang Tindih dengan TGIPF Pemerintah ICJR menyayangkan pemeriksaan ini yang condong sebagai pemeriksaan “kode etik” “ICJR menegaskan bahwa tragedi ini bukanlah bentuk pelanggaran etik, melainkan sudah memasuki ranah pidana karena jatuhnya korban jiwa terjadi karena penggunaan kekuatan yang berlebihan,” ungkap Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangannya, Rabu (4/10/2022). “Penggunaan kekuatan berlebihan tersebut tersebut dapat terprediksi dampak fatalnya ketika dilakukan (pada) ruang dengan keterbatasan akses keluar seperti stadion,” kata dia. Erasmus mengatakan, penggunaan kekuatan yang berlebihan yang tidak proporsional dan menyebabkan kematian sudah seharusnya diusut menggunakan jalur pidana.

Leave a Comment