DUA tahun lagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat, mewariskan komitmen dalam tujuh tahun ke depan akan menutup pembangkit batubara lebih cepat dari yang dijadwalkan. Inilah yang dihasilkan oleh pertemuan G20 Bali Indonesia Presidency. Suntik mati pembangkit batubara dengan uang 20 miliar dolar dari konsorsium internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang.
Kesepakatan akan memajukan emisi puncak hingga 2030 Indonesia menetapkan tujuan nol-bersih di sektor ketenagalistrikan
Program berdasarkan rencana COP26 Afrika Selatan.
Dana ini akan dikelola oleh Kemitraan Transisi Energi Indonesia (JETP), yang direncakan rampung dalam satu tahun “mungkin merupakan satu-satunya transaksi atau kemitraan keuangan iklim terbesar yang pernah ada”, kata seorang pejabat Departemen Keuangan AS kepada wartawan.
Untuk mengakses program hibah dan pinjaman lunak senilai $20 miliar selama periode tiga sampai lima tahun, Indonesia telah berkomitmen untuk membatasi emisi sektor listrik sebesar 290 juta ton pada tahun 2030, dengan puncaknya pada tahun itu. Sektor publik dan swasta masing-masing telah menjanjikan sekitar setengah dari dana tersebut.
“Indonesia berkomitmen untuk menggunakan transisi energi kita untuk mencapai ekonomi hijau dan mendorong pembangunan berkelanjutan,” kata Presiden Joko Widodo dalam sebuah pernyataan. “Kemitraan ini akan menghasilkan pelajaran berharga bagi komunitas global.”
Darimana Dananya?
Amerika Serikat dan Jepang memimpin upaya bersama Indonesia atas nama negara demokrasi G7 lainnya, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, serta mitra Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa.
Bank pembangunan multilateral dan Dana Investasi Iklim akan menyumbang sekitar sepertiga dari $10 miliar dana publik untuk JETP Indonesia, kata kepala CIF Mafalda Duarte kepada wartawan. CIF telah mengalokasikan sekitar $500 juta untuk membantu transisi energi Indonesia.
Jepang sendiri telah mengumumkan akan membantu transisi Indonesia dari tenaga batu bara melalui lembaga publik dan swasta, termasuk Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang berafiliasi dengan negara.
Selanjutnya Asian Development Bank (ADB) dan produsen listrik swasta pada hari Senin mengumumkan rencana untuk membiayai kembali dan pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara 660 megawatt di provinsi Jawa Barat, kesepakatan pertama di bawah program pembiayaan pengurangan emisi karbon baru ADB.
Pejabat Departemen Keuangan dan Luar Negeri AS mengatakan setengah dari $20 miliar akan datang dari sektor swasta, dengan tujuh bank global yang berpartisipasi: Bank of America (BA.N) Citigroup Deutsche Bank (DBKGn.DE), HSBC (HSBA.L), Standard Chartered (STAN.L), Macquarie (MQG.AX) dan MUFG.
Para pejabat AS mengatakan keuangan publik akan mencakup pinjaman lunak dan ekuitas, serta beberapa hibah.
Amerika Serikat akan bekerja dengan Indonesia untuk memetakan rencana 90 hari untuk mendirikan sekretariat untuk menjalankan inisiatif dan bagi Indonesia untuk mereformasi kebijakannya, seperti merampingkan perizinan dan menyiapkan proses pengadaan yang kompetitif untuk membuat target dapat dicapai.
Suntik Mati Batubara
Suntik dulu baru mati, mungkin itu maksud Menteri Luhut Binsar Panjaitan. Adanya suntikan dana 20 miliar dolar akan membuat ngiler. Sehingga tidak ragu ragu lagi akan menyuntik mati seluruh pembangkit batubara yang sebagian besar milik oligarki yang menopang politik negara ini.
Dana ini akan diterima separuh oleh pihak swasta sehingga akan mempensiunkan separuh dari pembangkit batubara mereka. Oligarki pembangkit batubara dapat mengakses program hibah dan pinjaman lunak senilai $20 miliar selama periode tiga sampai lima tahun, Indonesia telah berkomitmen untuk membatasi emisi sektor listrik sebesar 290 juta ton pada tahun 2030, dengan puncaknya pada tahun itu.
Ini kerja lumayan oligarki Indonesia, delapan tahun mereka bersama presiden Jokowi menggenjot pembangunan pembangkit batubara melalui mega proyek 35 ribu megawatt. Proyek yang berhasil memasang kapasitas listrik 72 gigawatt. Sementara kebutuhan puncak listrik nasional hanya 38 gigawatt. Jadi kalau seluruh pembangkit batubara swasta ditutup, maka sama sekali tidak ada masalah dengan listrik nasional. Tetap nyala.
Jadi suntik mati dan jangan sisahkan satupun. Ini eranya suntik menguntik mati. Mumpung presiden Jokowi dapat uang 20 miliar dolat dari Jepang, AS dan negara negara G7. Ini adalah kebetulan yang baik bagi PLN, lepas dari kewajiban membayar 50 % listrik yang tidak terpakai atau terbuang percuma atau tidak terjual. Jadi pak LBP paham sudah bagaimana mancing uang yang banyak. Top markotop lah!(**)
Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi/Peneliti AEPI