Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani.//Foto: hukumonline
JAKARTA. Pewartasatu.com — Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghina DPR dan Presiden.
Menurutnya, amar putusan hakim konstitusi seolah menyatakan DPR dan Presiden telah sewenang-wenang dengan kekuasaan karena mengatur jabatan pimpinan KPK selama 4 tahun dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
Masa jabatan itu dinilai hakim konstitusi dapat mempengaruhi independensi KPK.
“Saya kaget juga, kok ada lembaga negara mengatakan lembaga negara lain abuse of power. Itu kan agak dalam tanda kutip penghinaan terhadap DPR dan Presiden,” kata Arsul di kompleks parlemen, Senayan, Jumat (26/5).
Selain itu, Arsul berpendapat putusan hakim menunjukkan inkonsistensi MK. Ia mengatakan MK tak pernah menganggap masa jabatan hakim selama 15 tahun bertentangan dengan prinsip keadilan.
Sementara hakim MK mengabulkan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron karena menilai masa jabatan pimpinan KPK selama 4 tahun diskriminatif.
“Kenapa MK yang 15 tahun tidak menilai bahwa itu juga tidak adil, dibandingkan dengan masa jabatan yang ada di lembaga negara lain,” kata dia.
Arsul pun mempertanyakan sikap kenegarawanan hakim konstitusi. Apalagi, hakim konstitusi merupakan pejabat negara yang disyaratkan memiliki sikap kenegarawanan.
“Apakah sebagian hakim kita masih negarawan atau sudah sama seperti politisi kami yang ada di DPR ini. Bisa berubah-ubah,” ucapnya.
Hakim MK pada Kamis (25/5) mengabulkan seluruh gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Lima dari sembilan hakim MK sepakat aturan masa jabatan pimpinan KPK yang selama ini berbeda dengan masa jabatan pimpinan atau anggota lembaga independen lainnya telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, dan diskriminatif.
Putusan itu pun dinyatakan langsung berlaku, sehingga masa jabatan pimpinan KPK Firli Bahuri cs yang habis pada Desember 2023 bakal bertambah satu tahun.**
Sumber: CNNIndonesia