Aktual Featured Opini Politik

Mahfud MD Offside dan Overacting

Saiful Huda Ems (Foto: Ist)

 

Oleh: Saiful Huda Ems.

 

Semakin faham kenapa banyak politisi yang tidak menyukai Mahfud MD, hingga beliau beberapa kali gagal untuk maju jadi Cawapres. Semakin mengerti kenapa Mahfud MD seringkali melangkah zig zag dalam perjalanan politiknya, seperti pernah menjadi Tim Sukses Capres Prabowo di Pilpres 2014, namun kemudian menyebrang ke Capres Jokowi di Pilres 2019.

Dan mungkin karena sikap Mahfud MD yang demikian, sampai saat ini belum terdengar nama Mahfud MD diandalkan untuk menjadi Cawapres dari Capres manapun, meskipun Mahfud MD terlihat sudah mati-matian berusaha keras untuk terus menerus mencari perhatian publik di berbagai manuver politiknya akhir-akhir ini.

Setahun lebih yang lalu saya pernah diwawancarai oleh Tagar TV yang merupakan kanal resmi Tagar.id di Youtube, dan kemudian diberitakan oleh banyak media online di Tanah air. Dalam kesempatan itu saya katakan, bahwa kita harus mewaspadai gerakan Mahfud MD dalam istana, yang nampaknya sangat berbahaya bagi Pemerintahan Jokowi.

Mahfud MD ini gemar membuat statement politik yang keluar dari kewenangannya sebagai eksekutif, dan seringkali subjektif. Beruntung saat ada kasus pembunuhan Brigadir J, nama Mahfud kembali melambung dan seolah menghapus analisa politik saya yang pernah menyatakan kita harus mewaspadainya.

Dari pengungkapan kasus Brigadir J. itu, terus terang saya juga hampir terbawa arus, terlelap dalam gelombang opini di tengah publik yang menghebat-hebatkan Mahfud MD. Karena itu saya kemudian pernah juga menulis kewajiban kita untuk mendukung Mahfud MD, yang saya anggap sudah berubah dan mulai jernih menyikapi persoalan negara.

Akan tetapi, belajar dari pengalaman di dunia politik selama lebih dari 33 tahun, saya merasa harus lebih berhati-hati lagi untuk menilainya, sebab tidak jarang politisi kita yang berwatak bunglon, pagi tempe sore dele alias inkonsisten. Dan ternyata terbuktilah apa yang saya pikirkan dan rasakan itu.

Baru-baru ini Rhenald Kasali mewawancarai Mahfud MD, dan saya terkejut bukan main karena Mahfud MD tiba-tiba membuat pernyataan diluar kewenangannya sebagai Menko Polhukam. Bagaimana mungkin seorang Mahfud MD mengatakan, “kalau PK (Peninjauan Kembali) Moeldoko di MA menang, itu berarti hakimnya mabok !”. Gila kata saya, bagaimana bisa seorang Menko Polhukam, ahli hukum yang sangat dihormati dan disegani bisa membuat pernyataan menyimpang seperti itu.

Ini jelas pernyataan bodoh dan sembrono yang tak seharusnya keluar dari mulut seorang Mahfud MD. Pernyataan demikian hanya pantas diucapkan oleh penghamba SBY yang cemas dan merana karena khawatir tidak kebagian jatah tiket untuk nyapres atau nyawapres !.

Pernyataan Mahfud MD yang mengatakan hakimnya mabok kalau MA sampai memenangkan PK Moeldoko, merupakan bentuk intervensi Menko Polhukam (Lembaga Eksekutif) yang sangat terang benderang terhadap MA (Lembaga Yudikatif).

Pernyataan Mahfud MD ini selain tidak dibenarkan dalam teori Hukum Ketata Negaraan yang menganut sistem pemisahan dan pendistribusian kekuasaan (Trias Politica), juga merupakan bentuk intimidasi Mahfud MD pada hakim MA agar mau mengikuti settingan politiknya ! Semuanya nampak sekali seperti ada agenda pribadi terselubung dari seorang Mahfud MD, yang menyuarakan kepentingan Cikeas. Ini harus dikoreksi.

Lagian dengan menyebut PK Moeldoko, itu artinya Mahfud MD secara terang-terangan mau menyikut Pak Moeldoko, padahal sesungguhnya ini PK DPP Partai Demokrat hasil KLB yang ketepatan yang menjadi Ketua Umumnya Pak Moeldoko.

Itupun karena Pak Moeldoko dipilih oleh peserta kongres, dan bukan dipilih oleh Ketua Majelis Tinggi Partai (MT) seperti AHY yang dipilih oleh MT yang diketuai oleh bapaknya sendiri, untuk kemudian dipaksakan pada peserta kongres agar memilih anaknya (AHY).

Karenanya tak seharusnya Mahfud MD yang menjabat Menko Polhukam dan seorang ahli hukum itu menyebut PK Moeldoko, melainkan PK DPP Partai Demokrat KLB. Itu baru lebih tepat dan lebih bijaksana, kecuali ada SBY di balik mulut Mahfud MD.

Menyebut PK Moeldoko itu berarti sama dengan usaha stigmatisasi Mahfud MD terhadap Pak Moeldoko, yang seolah-olah ini persoalan pribadi Pak Moeldoko dan bukan persoalan partai politik sebagai salah satu instrumen demokrasi yang pengurusnya ribuan dan anggotanya jutaan orang. Ada apa dengan Mahfud MD ini? Kenapa beliau jadi bicara ngelantur dan nabrak-nabrak Undang-Undang seperti ini? Ingatloh, DPP Partai Demokrat KLB itu menggugat karena DPP Partai Demokrat pimpinan AHY itu sudah melawan hukum. AD/ART nya sudah keluarga Cikeas manipulasi hingga bertentangan dengan UU Partai Politik. Lah masak perjuangan hukum seperti ini malah Mahfud MD bantai?.

Sekali lagi, ada apa dengan Menko Polhukam Mahfud MD? Kalau MA saja belum memberi keputusan, mengapa Menko Polhukam mendahuluinya? Kalau Menko Polhukam diperbolehkan memberi keputusan diluar keputusan MA, mengapa harus dipertahankan lembaga Yudicial di negara kita? Kenapa gak dibubarkan saja? Mahfud MD jelas seperti sedang menyimpan agenda rahasia pribadinya, entah untuk keperluan apa atau untuk kepentingan siapa.

Tugasnya sebagai Ketua Komite TPPU yang harus menuntaskan persoalan skandal transaksi janggal Rp. 349 Triliun di Kemenkeu saja belum jelas dimana ujungnya, namun Mahfud MD malah membuat statement yang liar dan vulgar di podcast Rhenald Kasali yang saya lihat pagi ini, Senin (31/07/23). Apalagi Ketua Komite TPPU lainnya, yakni Airlangga Hartarto sedang berurusan dengan Kejaksaan Agung terhadap persoalan korupsi. Hemmm…semakin mengundang tanda tanya ini…(SHE).

31 Juli 2023.

Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat KLB Pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko.

Leave a Comment