Mantan Sekertaris Umum Front Pembela Islam yang juga mantan aktivis LBH dan mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Munarman SH /foto: PMJNews
JAKARTA.Pewartasatu. com — Akhirnya, mantan Sekretaris Umum (Sekum) Front Pembela Islam (FPI) dijatuhkan hukuman 3 tahun penjara terkait perkara kasus terorisme yang dituduhkan kepadanya.
Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)itu dinyatakan telah bersalah karena membantu atau memudahkan pelaku tindak pidana terorisme.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya, yang menuntut 8 tahun masa kurungan.
Vonis dibacakan majelis hakim di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu, 6 April 2022.
Yang seru adalah, ketika kedua belah pihak baik terdakwa maupun pihak JPU sama-sama menyatakan banding.
“Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa berupa pidana tiga tahun penjara,” kata hakim.
Hakim menyebutkan, Munarman terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana terorisme.
Munarman dinilai melanggar Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Munarman 8 tahun penjara atas perkara dugaan tindak pidana terorisme.
Tuntutan itu dibacakan JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin 14 Maret 2022 lalu.
Dalam tuntutan sebelumnya, JPU menyatakan Munarman terbukti melanggar UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Bahwa Munarman telah melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15, Juncto Pasal 7 serta Pasal 13 huruf C UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sebelumnya, saat sidang dengan agenda duplik sebagai jawaban atas replik JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat 25 Maret 2022 lalu, Munarman tegas menyatakan tuntutan terhadap dirinya tak berdasar fakta persidangan.
Surat tuntutan terhadap dirinya yang dibikin Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme, menurut Munarman tidak berdasar pada fakta persidangan.
Menurut Munarman, nota pembelaan atau pleidoinya atas tuntutan delapan tahun JPU telah merujuk pada hasil pembuktian di persidangan.
Hal itu dia sampaikan menjawab pernyataan JPU yang menyebut pledoinya tidak berdasarkan fakta-fakta yang lengkap dan utuh.
“Saya jawab bahwa fakta-fakta persidangan yang saya kutip dalam nota pembelaan saya adalah berdasarkan hasil pembuktian di persidangan,” kata Munarman.
Munarman menambahkan, secara tidak langsung jaksa telah mengakui bahwa nota pembelaannya dikutip dari fakta persidangan. Soal utuh dan lengkap, lanjut dia, hanya soal persepsi dan selera.
“Artinya, (jaksa) penuntut umum mengakui bahwa yang saya kutip adalah fakta persidangan. Soal utuh dan tidak utuh atau lengkap dan tidak lengkap, itu hanya berdasarkan persepsi dan selera penuntut umum saja dalam menilai,” jelasnya.
Tidak hanya itu, kata Munarman, yang terjadi adalah surat tuntutan penuntut umum sama sekali tidak berdasar fakta persidangan.
Menurut Munarman, tuntutan jaksa adalah rangkaian skenario ilusi.(bri)