Delpedro Marhaen (Ketua Umum Blok Politik Pelajar) di RH Channel/ foto: tangkapan layar Refly Harun Channel/Pewartasatu
POSJAKUT – Ini masih seputar demo massa – mahasiswa 11 April baru lalu, berikut ikutannya seperti pengeroyokan terhadap Ade Armando. Suara aktivis yang satu ini, Ketua Blok Politik Pelajar (BPP) Delpedro Marhaen, layak didengar.
Delpedro berpendapat, Ade Armando bukanlah sebagai korban tindak kekerasan. Tapi korban ekspresi publik.
Karenanya, ketika dirinya diminta menyikapi kasus pengeroyokan Armando, sebagai aktivis Pedro menyayangkan terjadinya kekerasan. “Tapi kalau diminta untuk simpati…ya ntar dulu lah,” tolak Pedro melalui saluran youtube Refly Harun yang dikutip Pewartasatu, Sabtu siang (16/4).
Delpedro Marhaen adalah mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang pernah menantang Armando berdebat.
Delpedro membantah kalau dikatakan tak menaruh hormat terhadap Armando yang juga dosen komunikasi FISIP UI itu.
Pedro mengatakan dia tidak hormat terhadap perilaku dan tindakan Ade Armando pasca debat dengannya tahun lalu, dan sikapnya, yang dianggap Pedro memfitnahnya sebagai mahasiswa DO.
Kembali ke kasus pengeroyokan yang dialami Armando, Delpedro mengatakan, energinya terlalu berlebihan kalau harus menyoroti atau bersimpati terhadap kasus itu.
Padahal, lanjutnya, disaat bersamaan dengan kasus Armando, ada sekitar 300-an orang massa aksi yang ditangkap. Banyak demonstran pelajar yang belum sampai ke titik aksi (demo) sudah ditangkap. Ada yang ketika sampai stasiun (kereta api/ KRL-maksudnya), ada yang baru mendekati titik aksi.
“Yang kita soroti adalah pelajar-pelajar ini yang ditangkap tanpa alasan yang jelas,” sambil menambahkan energy mereka lebih untuk ini. Misalnya datang ke Polres atau ke Polsek.
Ada yang dituduh bagian dari anarko (anarki kota-red), perusak, serta dianggap yang boleh demo hanya mahasiswa. “Padahal pelajar-pelajar ini nantinya 2024 sudah dapat memilih. Artinya dia punya kepentingan kosntitusional yang akan terganggu, makanya dia berdemonstrasi.
“Yang saya mau tekankan, sayang kalo energy kita dipakai menyeoroti kasus Ade Armando,” ulang Pedro.
Lebih jauh, dia menjelaskan, ketika kita harus bersikap, kita melihat dulu posisi kita terhadap korban yang posisinya lemah. Seperti pelajar, orang-orang yang tak mendapatkan akses hukum, keadilan. “Apalagi aktornya adalah aparat Negara.”
Ade Armando berbeda. Dia adalah orang besar, bagian dari lingkar kekuasaan, pendudukung fanatic Jokowi. “Tanpa kita bersikap pun dia sudah dijenguk oleh (anggota) Wantimpres,” kata Pedro yang ditambahkan Refly Harun, juga Kapolda Metro Jaya.
Menurut Pedro Marhaen, tanpa kita harus bersikap pun Ade Armando sudah mendapatkan akses keadilan. Lihat saja, bagaimana pengeroyoknya langsung ditangkap di hari yang sama. “Untuk apa kita bersikap.”
Selanjutya Pedro mengatakan, point yang dia sampaikan adalah, “Apa yang diterima AA, pandangan kami, dia bukan sebagai korban kekerasan. Tapi dia korban ekspresi public.”
Kenapa demikian? Pedro melanjutkan, analoginya, bahwa banyak orang yang merasa haknya atau pernah terganggu oleh perbuatan Ade Armando.
“Contohnya saya pernah dapat serangan digital. Atau Ade Armando dalam channel-nya Cokro TV pernah mengatakan bahwa saya mahasiswa DO, ini fitnah. Saya bisa melaporkan dia. Tapi saya berpikir, tak mungkin mungkin hokum bisa sentuh Ade Armando.”
“Karena terbukti dari beberapa laporan sebelumnya,” lanjut dia,
Menurut Delpedro Marhaen, mungkin banyak orang yang seperti itu, yang merasa agamanya dinistakan, yang merasa dia pernah dihina, atau merasa pernah terganggu AA di medsosnya. Kemudian dia melapor ke jalur hukum, akses hukum tidak mampu menjangkau AA.
Laporan masuk, dia sudah diproses. Tapi hukumnya tak bisa menjangkau lebih jauh lagi. Sehingga Ade Armando masih bisa beraktivitas, atau aktivitas dia tak terbatasi.
“Nah….di suatu tempat (mungkin) dia bertemu dengan kelompok yang merasa pernah terganggu oleh sikap dan tindakannya . Di situlah dia berpikir…..karena hukumnya ini tidak jalan…yang terjadi adalah tindakan seperti itu,” kata Pedro menganalisis kasus pengeroyokan atas Ade Armando.
Pedro sendiri mengakui, pada demo besar 11 April lalu kelompoknya ikut demo di sekitar kawasan gedung DPR, meski agak terlambat karena menunggu banyak teman-temannya terlambat, bahkan tidak datang sama sekali karena ada yang dicegat.
“Kita tak tergabung dalam konsolidasi BEM SI, walau kita turun di hari yang sama,” katanya.
Kepada Refly Harun, Pedro mengungkapkan rencana mahasiswa untuk kembali menggelar demo yang lebih besar lagi pada 21 April mendatang.***