PEMERINTAH pada tahun 2022 lalu telah menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar subsidi menjadi Rp 6.800 per liter terhitung sejak 3 September 2022. Ada kenaikan dari harga sebelumnya yang sejumlah Rp 5.150 per liter atau terdapat selisih Rp 1.650 per liter.
Kenaikan harga BBM jenis solar subsidi ini dilatari tidak saja oleh tingginya harga keekonomian minyak dunia tapi juga oleh kekesalan Presiden Joko Widodo atas membengkaknya alokasi subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 502,4 triliun.
Bahkan, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR-RI pada tanggal 28 Maret 2022 menyampaikan dugaannya atas penyimpangan alokasinya. Nicke menduga, bahwa ada penyelewengan penggunaan solar subsidi oleh industri besar, seperti perusahaan tambang dan sawit.
Hal ini jugalah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya berulangkali kelangkaan solar subsidi. Apalagi dia mengungkapkan dugaan tersebut didasari oleh adanya keganjilan peningkatan penjualan solar hingga mencakup 93 persen, sementara penjualan solar non-subsidi atau Dex Series menurun menjadi hanya 7 persen.
Untuk itulah, perlu kiranya adanya kebijakan terobosan (breakthrough) yang lebih efisien dan efektif dalam mengatasinya ketidaktepatan sasaran alokasi subsidi BBM jenis solar ini. Salah satu caranya yaitu mengalihkan pola alokasi BBM jenis solar subsidi yang digunakan industri yang berorientasi laba (profit oriented) tersebut dalam bentuk lain.
Untuk industri-industri logistik, distribusi dan transportasi dapat mengalihkannya dalam bentuk potongan harga (discount) atau diterapkan dalam bentuk subsidi silang antar industri dimaksud. Dengan demikian, Menteri Keuangan tidak akan dibebani oleh kenaikan alokasi subsidi energi, khususnya BBM jenis solar pada APBN setiap tahun yang sulit dikendalikan.
Sebagai contoh, untuk industri transportasi darat dan laut (bus, kereta api dan kapal laut) pemerintah bisa meniru penerapan kelas tiket pada pesawat terbang. Industri transportasi udara yang menggunakan BBM jenis avtur justru tidak memperoleh alokasi subsidi, tapi bisa menerapkan pola subsidi silang melalui harga tiket.
Oleh karena itu, PT. Kereta Api Indonesia (KAI), PT. Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) dan PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) dapat menghapuskan kelas ekonomi dalam moda transportasi darat dan lautnya melalui perbedaan harga tiketnya.()
Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi