Anies Baswedan di Kuliah FISIP UI: Memerintah Jangan Berdasarkan Selera

Anies  Baswedan pada Kuliah Kebangsaan UI, di Depok, Selasa (29/8)//Foto: Tangkapan Layar Kompas TV

JAKARTA. Pewartasatu.com  – Bakal calon presiden Anies Rasyid Baswedan, Selasa (29/8) memberi kuliah kebangsaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Depok di Balai Serbaguna Purnomo Prawiro.

Selain Anies,yang dikenal sebagai bacapres dari Nasdem plus Demokrat dan PKS, FISIP UI juga turut mengundang dua bakal capres lain, Prabowo Subianto (bacapres Gerindra) dan Ganjar Pranowo (Bacapres PDIP)

Namun, pada hari ini hanya Anies yang datang. Ia akan menjadi bacapres pertama yang mengisi kuliah kebangsaan tersebut.

“Untuk rangkaian yang pertama, FISIP UI menghadirkan Anies Rasyid Baswedan (Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022),” demikian pengumuman yang dikeluarkan oleh FISIP UI, Senin (28/8).

Ketiga bakal calon presiden dinilai sebagai tokoh yang pandangan-pandangannya penting untuk didengar dan didiskusikan. Oleh sebab itu, kegiatan tersebut pun terbuka untuk umum agar khalayak ramai dapat menyaksikannya.

“Kegiatan ini terbuka untuk mahasiswa FISIP UI, sivitas akademika Universitas Indonesia, dan media massa. Bagi khalayak umum dapat mengikuti kegiatan ini melalui YouTube FISIP UI,” demikian pengumuman FISIP UI.

Dalam kesempatan awal sebagai pembicara,Anies bicara panjang lebar tentang makna kemerdekaan dan perjuangn kemerdekaan bangsa Indonesia.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini diberi panitia kesempatan selama 30 menit membeberkan gagasan-gagasannya, visi dan misinya tentang bangsa Indonesia di bawah tema kuliah Mau Dibawa Ke mana bangsa ini?

Anies menyebut acara ini adalah acara berbagi pikiran, berbagi rencana dan berbagi aspirasi.

Indonesi menurut Anies Baswedan memiliki peluang luar biasa peluang dan tantangannya luar biasa juga. Untuk mencapai Indonesia yang lebih mau dan lebih adil, dan ini dalah usaha terus menerus. Tantangan pertama kita, menempatkan mindset kita sebagai warga global.

Mindset ini harus menempatkan RI sebagai salah satu pemain global. Mindset kita, bukan hanya kita warga Depok, warga Jakarta atau Jabodetabek, tapi adalah warga Indonesia, sekaligus warga dunia, kata Anies.

Kita juga ingin menempatkan diri di tengah, bukan di sudut paling ujung.

Delapan puluh persen dari kebutuhan energi di Asia Timur ada di dalam pengaruh posisi strategis Indonesia.posisi Indonesia yang strategis karena dilewati salah satu selat strategis (Selat Malaka-red) dunia. Apa pun yang terjadi di Republik ini, itu kan berdampak.

Ketika kondisi Indonesia stabil, kondisi ekonomi Asia Timur relatif akan stabil. Tapi bila Indonesia tidak stabil, kondisi Asia Tenggara tidak stabli, maka kita akan melihat efeknya di dunia.

Ini juga menyangkut poros maritim. Lebih dari 50 ribu kapal besar dunia melintasi Selat Malaka setiap tahun, dan kompetisi global memperhitungkan sekali kondisi Asia Tenggara.

Indonesia,generasi barunya, kita harus memandang kita sebagai pemain global.Karena itu ‘PR-PR’ (pekerjaan rumah) di dalam negeri juga harus diselesaikan.”Tidak mungkin kita menjadi pemain global, kalau PR di dalam negeri tak terselesaikan.”

“Kita ingin Indonesia hadir di dunia, tapi bukan karena berita-beritanya. Tapi ingin agar rumah tangga-rumah tangga di dunia merasakan kehadirannya.”

Menjadi berita di dunia itu baik. Tapi hadir di keluarga-kelurga dunia lebih baik lagi. “Itu sebabnya kenapa kita merasa perlu ke depan mempromosikan bukan hanya produk Indoneia, tapi yang kit harus promosikan adalah brand of Indonesia.”

Karena merk Indonesia itu berarti gagasan dari kita,ide dari kita, penetrasi kita punya. Kita punya potensi luar biasa.

Indonesia maju bukan hanya dalam konteks domestik, tapi pandang dalam konteks global. Pesannya, di dalam negeri kita harus hebat, supaya di pasar global kita bisa mempengaruhi.

Anies juga mngungkit kehabatan pejuang para pendahulu kita yang mampu menciptakan persatuan, antaranya ditandai dengan adanya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Berbeda dengan di India, di Eropa dan seterusnya.

Bahasa yang disepakati pun bukan bahasa yang penggunanya lebih banyak. Tapi bahasa Melayu yang kemudian kita jadikan Bahasa Indonesia.

Dalam satu sesi tanya jawab, mantan Gubernur DKI ini menjawab pertanyaan salah satu mahasiswa menyatakan perlunya, pemerintah tidak memerintah berdasarkan selera.

“Jangan merasa karena punya kewenangan lalu memerintah berdasarkan selera. Tapi gunakanlah kewenangan itu untuk mengambil keputusan berdasarkan empat prinsip,” kata Anies.

Empat prinsip dimaksud adalah, pertama: keadilan dan kesetaraan; kedua: kepentingan umum; ketiga: data, informasi dan saiens; keempat: Undang-undang dan regulasi lainnya.

“Pendekatanya jangan di balik, Undang-undang atau Regulasi lebih dulu, nanti semuanya akan hilang,” kata Anies.

Anies juga mengungkapkan prinsip sebagai seorang pejabat, yaitu, “Dalam formulasi kebijakan jangan berpretensi serba tahu,” katanya.**.

 

 

**

 

 

 

 

 

 

 

Brilliansyah: