Opini

Bila Ingin Damai, Jangan Lampaui Batas

Oleh: Buya Gusrizal Gazahar Dt Palimo Basa

MEREKA bicara masalah hijab dikaitkan dengan Hak Azazi Manusia:
Saya mengingatkan, jangan hanya bicara Hak Azazi Manusia (HAM) untuk kepentingan sepihak! Ingat pula lah bahwa berhijab itu juga hak asasi kaum muslimat.

Mereka berkomentar “Jangan Memaksa’ umat selain kaum muslimin: Saya jelaskan, jangankan Perda, Perbup dan Perwako bahkan syari’at Islam juga tidak mengikat kaum kafir (non Islam) dengan hukum berhijab tapi ingat !
Sebagai bagian dari kebersamaan, mereka harus ikut saling menjaga ketertiban dan kebersamaan yang telah disepakati dalam rangka menjaga keharmonisan.

Ada pejabat dan tokoh yang membawa-bawa ‘Kebhinnekaan’: “KEBHINNEKAAN’: Saya ingatkan mereka bahwa menutup aurat itu adalah budaya kami yang berlandaskan “adaik basandi syara, syara’ basandi Kitabullah, adaik bapaneh, syara’ balinduang, syara’ mangato, adaik mamakai”.

Apakah tuan-tuan mau menghabisi tradisi kami ????!!!!!
Kalau itu yang tuan-tuan lakukan, berarti bukan lagi dalam konsep “berbeda-beda, tetap satu” tapi “penyeragaman dengan menghabisi perbedaan”.

Adapun terkait dengan kasus SMK Negeri II Padang: Saya nyatakan bahwa dari semula, kita hormati sikap internal dan penyelesaian internal. Kami telah melihat dan mengkonfirmasi ‘tidak ada paksaan’. Penelusuran yang dilakukan sekolah karena sikap siswi yang berbeda dari persetujuan awal untuk mematuhi Tatib, bahkan sudah ditandatangani orang tua murid, merupakan proses yang wajar. Tidak ada sangsi yang dijatuhkan dan tidak pula ada tindakan yang diambil oleh pengambil keputusan (Kepsek)

Tentang Tatib SMK Negeri II Padang, Saya melihat tidak ada masalah karena tentu dilahirkan dengan musyawarah dan di sekolah ada Komite Sekolah yang bisa dijadikan wadah untuk membicarakannya.

Sikap MUI Sumbar bagaimana: Semula MUI Sumbar hanya dalam posisi memantau perkembangan dari waktu ke waktu. Kita tetap menghargai proses internal sekolah. Namun, kemudian MUI Sumbar mulai melihat indikasi memperlebar masalah dengan melibatkan lawyer, suku dan agama, akhirnya kita memahami ada usaha untuk ‘memframing’ kasus ini.

Pernyataan-pernyataan tokoh di Pusat di saat investigasi dan proses penyelesaian sedang berjalan, tidak menunjukkan sikap kepemimpinan dan ketokohan yang matang. Ini bagaikan ‘menyiram bara dengan bensin’.

Berbagai pernyataan ancaman dan tekanan seperti ‘non job’ dan tuduhan ‘intoleran’ serta ‘anti kebhinnekaan’, telah menyeret masalah ini ke ranah lain. Apalagi diiringi dengan komentar ‘cabut perda’, ‘hentikan aturan berhijab’ dan ‘dilarang membuat peraturan berdasarkan agama tertentu’. Ini jelas sekali telah menunjukkan bahwa yang dituju, tidak lagi sekedar penyelesaian kasus SMK Negeri II Padang.

Karena itu, sebelum berkembang ke arah yang tidak baik, sudah sepatutnya saya menghimbau kepada tuan-tuan para pemegang kebijakan dan kekuasaan bila memang masih ingin menjaga keharmonisan negeri ini, agar; Berhentilah Sampai Di Situ, Jangan Diteruskan Lagi!!!

Bila tuan-tuan meneruskannya sehingga berakibat lahirnya kebijakan yang berdampak kepada pemaksaan ‘anak-anak muslimat di lembaga pendidikan mesti melepaskan penutup aurat mereka, kami akan himpun seluruh kekuatan Ranah Minang (Niniek Mamak, Alim Ulama, Cadiek Pandai dan Bundo Kanduang) untuk berhadapan dengan kebijakan tuan-tuan tersebut.

Itu tentu tidak akan membawa kedamaian dan keharmonisan lagi. Reaksi masyarakat Minangkabau terhadap kebijakan itu, bisa saja di luar dugaan tuan tuan bila tetap bertindak tanpa mempertimbangkan harkat dan martabat masyarakat Minang. Karena itu, saya ingatkan suatu kearifan yang patut tuan-tuan fahami bila ingin bersikap bijak: ‘Nanang Saribu Aka, Pikia Palito Hati’

Leave a Comment