CURAH HUJAN ” RUN OFF ” MERENDAM WILAYAH JABODETABEK

CURAH HUJAN ” RUN OFF ” MERENDAM WILAYAH JABODETABEK

 

Pewartasatu.comJakarta, (25/2) – Peristiwa sepekan akibat curah hujan air, ” Run Off” sejak Minggu sampai Selasa dinihari (25/2) sehingga terjadi banjir, genangan dan merendam berbagai pemukiman penduduk di wilayah Jabodetabek.

Pemukiman penduduk terendam di sejumlah 200 Rukun Warga ( RW) di.lima wilayah kota administrasi Jakarta akibat banjir dan genangan yang terjadi.

Wilayah terparah terendam di daerah kota administrasi Jakarta Selatan, Senen (24/2) berjumlah 55 RW, hingga Selasa dinihari (25/2)..bertambah menjadi 200 RW, kata gubernur Anies di pintu air Manggarai Jakarta Selatan dalam tinjauannya bersama pejabat Muspida.

Banjir lima tahunan yang terjadi, dari masa ke masa, ketika gubernur Sutiyoso, Fauzi Bowo, Jokowi, Ahok dan gubernur Anies Baswedan, merupakan fenomena alam yang tidak bisa dipungkiri.

Menurut Ir Saleh Siregar, Msi, mantan pejabat Kepala BPBD, dan Kadis PUPR, Banjir dan genangan karena daerah RESArPAN air yang sangat kecil di Jakarta, bahkan tidak ada sama sekali.

Resapan air sebagian besar nampaknya tertutup oleh bahan konstruksi dan permukaan tanah disemen sehingga curah hujan yang turun tidak masuk ke dalam tanah tetapi “Run off” mengalir kemana mana menjadi genangan dan banjir.

Resapan air TERTUTUP oleh berbagai bangunan khusus permukaan tanah yang disemen untuk menjadi lantai pakir, pondasi bangunan kendaraan dan halaman, disemen baku, ketika curah hujan turun sehingga air Run off, kata Saleh sungguh.

“Perhatikan berbagai gedung, bangunan, halaman pekarangan di Jakarta landasan dan konstruksi umumnya disemen dan menutup permukaan tanah sebagai resapan air, ” ujar Soleh mengingatkan.

Ketentuan yang pernah disampaikan agar setiap halaman pekarangan, landasan konstruksi bangunan, 40 % harus ada resapan air ke dalam tanah, tetapi kenyataan permukaan tanah ditutup dengan aspal, dan semen.

Solusi yang ada dalam ketentuan tersebut, ungkap Ir Soleh Siregar, permukaan tanah seharusnya menggunakan ” Cone Blok” atau jenis bahan permukaan sejenis yang bisa meresap air ke dalam tanah, meskipun curah hujan tinggi tidak Run Off tetapi masuk ke dalam tanah.

Sedangkan untuk pemukim yang padat penduduk dekat aliran kali dan sungai, disyaratkan membuat sumur resapan. Sumur resapan dibuat sesuai dengan Koefisiensi tertentu sesuai luasan lahan dan bangunannya sebagai salah satu syarat dalam izin bangunan di wilayah DKI Jakarta.

Adanya, ” Con Blok dan Sumur Serapan air ” ketika hujan air tidak, ” RUN OFF ” tetapi terus masuk ke dalam tanah.dan sumur resapan sehingga menolak genangan dan banjir.

Selain itu jebolan Insinyur Univetsitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, mengingat kan bahwa permukaan air tanah pun sudah mengering karena air setiap hari di sedot ratusan hingga ribuan kubik untuk kebutuhan sehari hari terutama di hotel dan pemukiman.

Makanya 25 tahun lalu seorang dosen tekhnik UI, berucap bahwa kawasan monas sekitarnya turun 7cm/tahun. Setelah 25 tahun kawasan monas diduga sudah turun ke bawah sekitar 1,74 meter.

Ini diungkapkan secara tekhnik dan masyarakat sudah disyaratkan agar dibangun berbagai jenis sumur resapan.

Hal ini nampaknya mengkhawatirkan secara alami lapisan bawah tanah di Jakarta sudah kering karena airnya terus di sedot.

Sementara resapan air dari curah hujan sebagai penggantinya tidak masuk ke badan tanah, karena tidak balance adanya beban bangunan gedung pencakar langit terus menjamur di wilayah Jabodetabek.

Hal ini nampaknya mengkhawatirkan ke depan secara alami lapisan bawah tanah di pusat Jakarta diduga sudah beransur kering karena airnya terus di sedot oleh penduduk yang berjumlah sekitar 10.juta jiwa lebih, demikian Ir Saleh Siregar, Msi, bertutur kepada pewarta. Foto KN/005.(Risman)

ahmad: