Ganjar dan Anis mungkin kah bersatu. (Foto: Ist)
Oleh: Saiful Huda Ems.
Sangat menggelitik di pikiran saya, manakala ada sebagian dari pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD (GAMA) yang enggan mendukung GAMA, jika saja nantinya di Pilpres Putaran II Ganjar Pranowo-Mahfud MD (GAMA) berkoalisi dengan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). Ini jika diasumsikan Pilpres terjadi dua putaran, dan yang menang di Putaran I itu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Saya kemudian merasa tertantang untuk menganalisa kemungkinan kerjasama GAMA dan AMIN itu, namun sebelum membahas hal itu, saya akan terlebih dahulu mengemukakan analisa saya, bahwa AMIN akan kalah di Pilpres Putaran I, dan kemudian akan mengarahkan dukungannya ke GAMA. Suatu hal yang sangat dikhawatirkan oleh sebagian pendukung GAMA, namun mau tidak mau, suka tidak suka koalisi taktis itu nantinya akan terjadi juga.
Politik itu rasional, bukan ghaib, ia bisa diprediksi dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Jika ada yang ghaib di politik, itu hanya menyangkut takdir hidup seseorang saja. Misalnya Anies dan Muhaimin, saya pikir kemunculannya sebagai pasangan Capres-Cawapres itu hanya semata karena takdir saja, jika kita tak ingin mengatakannya sebagai hal yang kebetulan. Kenapa bisa demikian, inilah yang akan saya terangkan.
Masalah Anies dan Muhaimin disini saya melihatnya dari analisa politik, yang tentunya menggunakan metode ilmiah pula. Terus terang secara pribadi saya sudah tidak ada masalah dengan Anies maupun Muhaimin, karena konteks Pilpres 2024 ini sangat berbeda dengan Pilkada DKI 2017 yang sarat Politik Identitas, dimana pelopornya saat itu Anies Baswedan.
Prabowo Subianto saat itu masih menggunakan Anies dan kelompok radikal yang mengelilinginya sebagai pasukan tempur politiknya yang dipersiapkannya untuk menang di Pilpres 2019. Namun sekarang situasinya berbeda, Anies tak lagi berada dalam kendali Prabowo melainkan Surya Paloh yang relatif lebih dominan nasionalismenya.
Meski demikian karakter Islam Politik seperti yang biasa diperankan oleh Anies, masih susah diterima oleh Manusia Indonesia saat ini, kecuali Anies siap kompromis 100 % dengan mengaburkan idealisme politik keislamannya. Anies saat ini bisa muncul jadi Capres itu selain faktor takdir dan keberuntungan, juga nampaknya sengaja dimunculkan oleh kekuatan Oligarki yang sebelumnya bersekutu dengan Jokowi dan Prabowo, agar kebencian Jokowi dan Prabowo pada Anies tidak terlalu nampak secara kasat mata.
Bayangkan, andaikata Anies batal ikut nyalon Presiden di Pilpres 2024 ini, pastinya para pendukungnya akan ramai-ramai memprotes Pemerintahan Jokowi dan akan membuat gaduh dimana-mana yang bisa mengancam stabilitas keamanan negara, khususnya sangat mengancam singgasana kekuasaan Dinasti Politik Jokowi. Karena itulah, dengan keterpaksaannya, Presiden Jokowi memberikan jalan bagi Anies untuk nyalon Presiden. Tentu dengan berbagai perhitungan dan langkah-langkah antisipatifnya.
Namun perhitungan politik saya menyatakan, bahwa inteligen pasti bekerja keras untuk menggagalkan kemenangannya, selain itu ada alasan lainnya seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa pemikiran Anies saat ini masih belum bisa diterima oleh Manusia Indonesia, yang sesungguhnya masih sangat sekuler, walaupun nyaris tidak pernah ada yang berani terus terang mengatakannya.
Perhatikan saja partai-partai Islam di Indonesia dalam sejarahnya dari Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi sampai Orde Dinasti ini, partai politik Islam tidak pernah menang, dan yang menang selalu partai-partai nasionalis, meskipun penduduk Indonesia mayoritas Islam dan terbesar di dunia dalam jumlah penduduk muslimnya. Potret peta politik ini akan terlihat lebih mudah jika kita mau melihat peta politik Provinsi Jawa Barat dari Pemilu ke Pemilu, dimana di Provinsi ini dihuni oleh mayoritas muslim namun yang selalu menang justru partai-partai nasionalis. Inilah kenyataan peta politik yang terjadi di negeri ini, hingga kemenangan AMIN bisa dikatakan sebagai suatu hal yang mustahil.
Kendatipun demikian, pendukung AMIN tidaklah bisa disepelekan, karena meskipun tidak terlalu banyak dan dominan dibandingkan pendukung Ganjar dan Prabowo, keberadaan pendukung Anies khususnya, merupakan orang-orang militan dan siap bekerja tanpa imbalan, kecuali para pendukung elitnya di Jakarta dan mayoritas sudah terkontaminasi limbah politik transaksional.
Pendukung Anies ini bisa dikatakan mayoritas merupakan orang-orang oposan Pemerintahan Jokowi. Kebenciannya pada Jokowi sudah nyaris menyentuh langit, karenanya jangan pernah bermimpi kelompok ini akan mau atau bersedia mendukung Prabowo yang menggandeng anaknya Jokowi. Mereka merupakan pemilih yang fanatik, yang bila tidak kita beri tempat untuk mendukung GAMA, pastilah GAMA akan rugi besar, dan bisa menguntungkan Prabowo-Gibran.
Koalisi taktis Ganjar-Anies jika ditambah lagi dengan pendukung Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD tentunya, akan memunculkan kekuatan besar yang sangat berpengaruh mengalahkan duet adi kuasa politik Prabowo-Jokowi yang dipresentasikan oleh Prabowo-Gibran. Tanpa itu kekuatan GAMA akan melemah dalam menghadapi gelombang kekuatan Prabowo yang didukung oleh Rezim Cawe-Cawe alias Imperium Dinasti Politik yang bergerak membabi buta. Kalau sudah demikian, masihkah sempat kita bersikukuh untuk menafikkan Koalisi Strategis GAMA-AMIN di Pilpres Putaran II?
Pilpres 2024 Putaran I baru akan terlaksana beberapa hari lagi (14 Februari 2024), tak sampai satu bulan. Untuk sementara ini memang sebaiknya kita fokus dulu untuk memenangkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, agar menang telak atau setidaknya lolos di Pilpres Putaran II. Setelah itu barulah kita bahas, dengan siapa GAMA sebaiknya berkoalisi. Yang jelas tiada tempat sejengkalpun di Republik ini untuk kita terima kehadiran Dinasti Politik, Otoritarianisme dan Politik Identitas. Semoga jika ada usaha untuk menjajaki Koalisi Taktis antara GAMA dan AMIN semuanya semata dilakukan untuk menjaga Republik Indonesia dari ancaman bahaya Dinasti Politik, Otoriterianisme dan Politik Identitas itu…(***)
19 Januari 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Ketua Umum HARIMAU GANJAR (HAJAR !).