Hentikan Eksploitasi Joki Anak di Bima

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga.(Foto: Humas KemenPPPA).

JAKARTA, Pewartasatu.com – Seorang joki anak usia 6 tahun meninggal dunia di Bima, Nusa Tenggara Barat setelah terjatuh dari punggung kuda yang ditungganginya saat latihan pada (9/3/2022).

Peristiwa ini bukan untuk pertama kalinya terjadi, sebelumnya juga pernah ada joki yang meninggal tahun 2019 bahkan beberapa joki cilik lainnya mengalami luka dan kecacatan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga sangat menyesalkan penggunaan joki anak dalam kegiatan yang sangat membahayakan keselamatan jiwa.

Penggunaan joki cilik kerap dilakukan karena telah menjadi tradisi di Bima.

“Saya berharap penggunaan joki anak di arena pacuan kuda dapat segera dihentikan karena ini adalah bentuk eksploitasi terhadap anak,” tegas Menteri PPPA, Senin (14/03/2022).

KemenPPPA, mendorong Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kota Bima, pemilik kuda, pelatih, masyarakat sekitar dan orang tua joki cilik mencegah terjadinya eksploitasi pekerja anak dalam tradisi pacuan kuda.

Korban melakukan latihan di arena pacuan kuda tradisional di Desa Panda, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).   Korban mengalami luka parah di bagian kepala, akibat terjatuh dari punggung kuda yang ditungganginya.

Penggunaan joki anak usia 6 – 18 tahun di Bima sudah menjadi tradisi, karena berat badan joki anak jauh lebih ringan daripada berat badan joki dewasa, sehingga mengurangi berat beban yang dibawa kuda pacuan.

Hal ini yang membuat kuda pacuan berlari semakin cepat. Joki anak berpacu tanpa menggunakan pelana sehingga membahayakan keselamatan anak.

“Permasalahan yang telah disebutkan tersebut bukan hanya tentang masalah tradisi, tapi juga berkenaan dengan isi dari pasal 32 di dalam Konvensi Hak Anak (KHA).

Isinya menyebutkan bahwa anak harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan seksual serta semua bentuk pekerjaan yang membahayakan atau yang mempengaruhi Pendidikan atau berdampak buruk terhadap perkembangan kesehatan anak baik fisik, mental, spiritual, moral maupun sosial,” tegas Menteri Bintang.

Selain unsur Pemerintah, Menteri PPPA mendorong perlu agar LSM perlindungan anak, Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI), tokoh agama, budayawan, dan akademisi untuk dapat mengedukasi masyarakat tentang aspek perlindungan anak.

Selain itu, insstrumen kebijakan hukum terkait perlindungan anak, bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, kaitan dengan eksploitasi ekonomi pada anak, serta pemetaan masalah eksploitasi anak pada pengembangan minat dan bakat anak.

Menteri PPPA menilai perlu  disusun Perda terkait Keselamatan Penyelenggaraan pacuan kuda yang tidak melibatkan anak, yang berhubungan dengan olahraga, budaya dan kesenian, yang berbahaya bagi keselamatan anak.

Untuk itu perlu adanya pengaturan tentang perizinan, standard, prosedur, dan sanksi bagi yang melanggar, untuk mencegah kasus serupa terjadi. Selain itu, perlu Moratorium (Penghentian Sementara) dengan Instruksi Gubernur penyelenggaraan Pacuan Kuda, yang memastikan tidak melibatkan usia anak sampai dengan 18 tahun, sebagai Joki.

“Kemen PPPA melalui Dinas PPPA Kabupaten Bima telah melakukan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Bima terkait peristiwa dimaksud dan telah dilakukan penjangkauan kepada keluarga korban” jelas Menteri PPPA.

Kemen PPPA juga mendorong agar Aparat Penegak Hukum (APH) dapat menerapkan hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku yang menempatkan, atau membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi,.

Khususnya pada penyelenggaraan pacuan kuda yang melibatkan anak, yang membahayakan keselamatan jiwa anak, yang berhubungan dengan olahraga, budaya dan kesenian, diduga dapat dijerat dengan Pasal 76 I jo Pasal 88, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 (sepuluh belas) tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.(Maulina)

Maulina Lestari: