Jaga Perairan Obi, PT TBP Selalu Libatkan Akademisi Independen

JAKARTA, Pewartasatu.com – Direktur HSE (Health, Safety & Environment) PT Trimegah Bangun Persada Tbk (PT TBP), Tonny H. Gultom menyatakan bahwa salah satu anak usaha Harita Nickel itu selalu melibatkan akademisi independen untuk turut mendukung kajian PT TBP dalam menjaga perairan di sekitar Pulau Obi, termasuk biota di dalamnya.

“Didukung dengan tim khusus pemantau laut, kami secara rutin melakukan pemantauan di laut sekitar wilayah operasional, termasuk dengan memanfaatkan alat ROV (Remotely Operated Vehicle) yakni kamera bawah laut yang mampu bergerak hingga kedalaman 300 meter di bawah permukaan laut,” kata Tonny dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Selasa (11/4/2022).

“Alat ini bermanfaat dalam perawatan dan pengamatan kondisi bangunan bawah air, seperti pilar dermaga, pipa, serta pemantauan lingkungan bawah laut dan keanekaragaman hayatinya,” pungkasnya.

Terkait hal ini, mantan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate, Dr. M Janib Achmad mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian Fish Basket yang dilaksanakan pada tahun 2022, lingkungan perairan laut di Maluku Utara adalah perairan yang subur dan kaya dengan nutrien. Hal ini karena perairan Maluku Utara mendapat limpahan nutrien dari arus dingin yang berasal dari Pulau Morotai dan arus panas yang berasal dari kepala burung Papua. Sehingga ikan pelagis kecil dan besar banyak ditangkap di perairan ini.

“Kondisi ini sama dengan perairan di Halmahera Selatan, termasuk Pulau Obi, khususnya perairan Kawasi dan Soligi, yang merupakan perairan dekat lokasi tambang Harita Nickel. Kondisi perairannya juga masih termasuk subur. Indikatornya adalah tingginya kandungan Klorofil-a yang mengidikasikan keberadaan phitoplankton dan zooplankton sebagai pendukung produktivitas primer, yang akhirnya mempengaruhi keberadaan organisme perairan seperti berkumpulnya ikan-ikan pelagis sebagai suatu rantai makanan,” papar Janib.

Hal ini, kata dia, didukung oleh parameter oseanogarfi seperti suhu permukaan air laut yang optimal, salinitas dan particular organik karbon, sehingga perairan tersebut tergolong dalam kategori perairan yang produktif.

“Tingkat kesuburan ini dapat dibuktikan dengan jarak daerah tangkapan atau fishing ground oleh nelayan-nelayan Soligi dan Kawasi yang hanya sekitar 3 – 4 mil,” ujarnya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tangkapan nelayan Soligi maupun Kawasi dapat memenuhi permintaan dari Perusahan walaupun tidak pada musim puncak.

Sayangnya pada musim puncak, hasil tangkapan nelayan melimpah sehingga dijual dengan harga yang relatif murah baik pada perusahan maupun pasar lokal. Ini terjadi karena nelayan tidak memiliki sarana pendukung seperti gudang pendingin atau cool storage untuk mempertahankan mutu ikan.(**)

 

syarif: