Terdakwa Putri Candrawathi menjalani sidang di PN Jakarta Selatan. //Foto: PMJ News/Tangkapan Layar YouTube CNN Indonesia).
JAKARTA. Pewartasatu.com -Jaksa penuntut umum (JPU) meminta kepada majelis hakim yang menangani perkara pembunuhan Brigadir J alias Yosua menolak nota pembelaan atau Pleidoi terdakwa Putri Candrawathi dan penasihat hukumnya.
Permintaan penolakan itu disampaikan jaksa saat membacakan replik atau tanggapan atas nota pembelaan (pleidoi) terdakwa Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).
“Penuntut umum memohon kepada majelis yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menolak seluruh pledoi dari tim penasihat hukum terdakwa Putri Candrawathi dan pledoi dari terdakwa Putri Candrawathi,” ujar jaksa di persidangan.
Dalam repliknya, jaksa menuturkan bahwa tim penasihat hukum terdakwa Putri Candrawathi dinilai memperlihatkan sikap yang mendukung terdakwa untuk mempertahankan ketidakjujurannya.
- Baca juga: Jaksa Nilai Putri & PH Tak Jujur, Paksakan Perkosaan Sebagai Motif Pembunuhan
“Tim penasihat hukum ikut berkontribusi dalam mempertahankan kebohongan yang dibangun oleh terdakwa Putri Candrawathi,” ucap jaksa.
Sehingga, JPU meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan vonis hukuman sesuai dengan tuntutan yang diajukan jaksa dalam persidangan sebelumnya.
“Menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Rabu (18/1/2023),” tandasnya.
Sebelumnya, sama dengan dua terdakwa lainnya, Kuat Maruf dan Ricky Rizal, Putri Candrawathi dituntun JPU pidana 8 tahun penjara.
Dalam repliknya, Jaksa juga menilai tim penasihat hukum (PH) terdakwa Putri Candrawathi selama persidangan terkesan memaksakan motif pelecehan seksual dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. PH juga terkesan berusaha melimpahkan kesalahan Putri Candrawathi kepada almarhum Yosua.
- Baca juga: Kejakgung Tanggapi Kritik Soal Putri Sambo, Hukuman Terserah Hakim
Lebih lanjut, jaksa menyebut Putri Candrawathi tidak berkata jujur saat persidangan dan ketidakjujuran Putri didukung oleh tim penasihat hukumnya yang terkesan melimpahkan kesalahan ke Brigadir J.
Khusus mengenai kasus pemerkosaan seperti yang diinginkan penasihat hukum dan Putri Candrawathi sendiri agar dijadikan motif pembunuhan Yosua, Jaksa mengatakan, dalam pleidoinya tim penasihat hukum terdakwa menggunakan keterangan ahli yang menggambarkan terdakwa mengalami depresi atau trauma akibat peristiwa kekerasan seksual yang tidak relevan.
Hal tersebut sesuai dengan keterangan kesimpulan dari ahli yang menyebutkan hasil analisa psikologi forensik tidak menjamin 100 persen kebenaran dengan fakta yang sebenarnya.
Selain itu, jaksa juga menyebutkan adanya kesesuaian dengan keterangan ahli kriminologi, yang mengatakan bahwa perlu adanya bukti ilmiah seperti visum et repertum untuk peristiwa perbuatan seksual atau pemerkosaan.
“Bahwa untuk membuktikan ada tidaknya suatu perbuatan seksual atau pemerkosaan, harus ada bukti ilmiah yaitu pemeriksaan forensik seperti jejak DNA berupa visum et repertum,” ucap Jaksa.
- Baca juga: Jaksa Nilai Pleidoi Sambo Tak Miliki Dasar Yuridis, Tetap Tuntut Seumur Hidup
“Tapi pemeriksaan itu tidak dilakukan PC karena berusaha menutupi dan mempertahankan ketidakjujurannya yang didukung oleh tim penasihat hukum,” kata jaksa.
Sehingga, jaksa meminta kepada majelis hakim untuk mengesampingkan segala unsur-unsur yang disampaikan tim penasihat hukum terdakwa dalam pleidoinya.
“Berkenaan dengan hal tersebut, maka dalil-dalil yang dikemukakan oleh penasihat hukum harus dikesampingkan,” tandas jaksa.
SIASAT JAHAT
Khusus tentang cerita pemerkosaan ini, Jaksa juga menyoroti perihal perubahan cerita klaim dari Putri Candrawathi yang mengatakan dirinya diperkosa Brigadir J.
Dalam penilaian jaksa, perubahan cerita klaim dari Putri tersebut kental dengan siasat jahat.
Cerita tentang Putri Candrawathi diperkosa bermula terjadi di Rumah Dinas di Kompleks Polri Duren Tiga yang berujung dengan peristiwa pembunuhan Brigadir J.
Namun, seiring waktu, setelah Bareskrim Polri menghentikan penyidikan kasus ini karena tidak ditemukan peristiwa pidana, cerita tentang pemerkosaan kemudian berpindah lokasi dan disebut-sebut terjadi di Magelang pada tanggal 7 Juli 2022.
“Perubahan cerita-cerita tersebut seperti cerita bersambung, layaknya cerita yang penuh dengan khayalan dan kental akan siasat jahat,” ujar jaksa. **
Sumber: PMJNews