Ekonomi

Kabulkan Permohonan Judicial Review UU Cipta Kerja, SP PLN Sambut Baik Keputusan MK

JAKARTA, Pewartasatu.com – Serikat Pekerja (SP) PLN menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan Judicial Review Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2024 berkaitan dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) pada sub-Klaster Ketenagalistrikan.

“Meskipun sebagian permohonan SP PLN bersama Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) tidak dapat diterima, kami tetap menyambut baik putusan ini,” kata Ketua Umum. SP PLN, M.Abrar Ali kepada wartawan di Jakarta, Jumat (29/11).

Abrar juga menyampaikan terima kasih kepada pihak Mahkamah Konstitusi yang tetap konsisten menyatakan praktek unbundling (pemisahan) pengelolaan ketenagalistrikan inkonstitusional.

“Kami juga mengucapkan terimakasih serta apresiasi yang tinggi kepada MK yang tetap konsisten menyatakan praktek unbundling pengelolaan ketenagalistrikan tidak dibenarkan atau inkonstitusional,” tukasnya.

Terkait pengesahan RUKN yang semula di Undang-Undang Cipta Karya ditetapkan tanpa persetujuan DPR RI, pihaknya juga meminta MK untuk menyatakan harus melalui pertimbangan DPR RI.

“Kami juga mendukung sepenuhnya pernyataan Bapak Presiden untuk kembali menjalankan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 karena merupakan semangat nasionalis dan patriotik khususnya dalam pengelolaan energi listrik sebagai aset strategis bangsa,” paparnya.

Abrar Ali juga meminta agar SP PLN dan GEKANAS dilibatkan dalam setiap pembahasan RUU khususnya dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan dan RUU Ketenagalistrikan.

“Kami juga minta kepada pemerintah untuk dilibatkan dalam membahas RUU Ketenagakerjaa, RUU Ketenagalistrikan maupun RUU yang terkait dengan pengelolaan energi,” pungkasnya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan Nomor 39/PUU-XXI/2023 yang digelar, Jumat (29/11/2024) mengabulkan permohonan Pengujian Materiil UU 6/2023 tentang Cipta Kerja, sub-Klaster Ketenagalistrikan.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, Jumat (29/11/2024).

Dalam putusannya, Suhartoyo mengatakan, Pasal 7 Ayat 1 dalam Pasal 42 angka 5 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

Pasal ini bertentangan dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai “Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional disusun berdasarkan kebijakan energi nasional dan ditetapkan leh Pemerintah Pusat setelah mendapat pertimbangan DPR RI”.

MK juga menyatakan kata “dapat” pada norma Pasal 10 ayat 2 UU Cipta Kerja Pasal 42 angka 5 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Adapun permohonan ini diajukan oleh berbagai serikat pekerja yang bekerja di bidang energi.
Mereka merasa pasal tersebut merugikan konstitusionalitas mereka karena perbedaan perlakuan tarif antar daerah dan potensi diberlakukannya tarif listrik yang disamakan dengan konsep bisnis.

Hal ini dinilai membuat usaha penyediaan listrik tak lagi di bawah penguasaan negara sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan listrik sebagai kebutuhan dasar.

Sebab itu, mereka meminta agar pasal yang mengancam penguasaan negara atas penyediaan listrik ini dibatalkan.(**)

Leave a Comment