JAKARTA, Pewartasatu.com — Pemerhati Politik Emha Hussein AlPhatani mengatakan kekecewaan yang dilontarkan Bayu Airlangga karena tidak terpilih sebagai Ketua Demokrat Jawa Timur adalah suatu kewajaran.
Emha ketika dihubungi Pewartasatu.com menyebutkan, dengan perolehan 25 dari 39 pemegang suara tentunya sudah menunjukkan bahwa Bayu menang telak dari pesaingnya Emil Dardak yang berstatus Wakil Gunernur Jawa Timur.
Dalam Musda Demokrat Jawa Timur, Emil Dardak hanya mengantongi 14 suara, tetapi Emil lah yang ditunjuk sebagai ketua Demokrat di Provinsi Jaya Timur oleh Agus Harimurti Yudhoyono.
“Bukan menyudutkan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY, tetapi kejadian di seantero tanah air belakangan ini semakin menunjukkan bahwa nafas demokrasi di partai ini mulai terkikis,” kata Emha.
Ia menambahkan rentetan peristiwa di beberapa Musda yang berakhir ricuh dan melanggar demokrasi sepertinya akan menjadi awal dari kehancuran Dinasti Cikeas.
Pantas saja, lanjut Emha, para senior demokrat menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Sumatera Utara Maret tahun lalu karena sudah memprediksi akan terjadi kondisi seperti ini.
Mengulang penyataannya sebelumnya, Emha mengatakan kejadian pasca Musda PD NTT yang memenangkan Jefri Riwu Kore (Jeriko) tetapi AHY menunjuk Leonardus Lelo itu suatu pukulan yang sangat menyakitkan bagi kader demokrat di NTT.
Demikian juga dengan hasil Musda DKI yang diguga sarat dengan rekayasa. Terjadi pemilihan dengan suara ganda tetapi tidak dianulir oleh BPOKK yang menghadiri persidangan Musda DKI.
Akibatnya Santoso anggota Komisi III DPR-RI dinyatakan kalah. AHY menunjuk Mujiono anggota DPRD DKI\ sebagai ketua Demokrat DKI, padahal Mujiono didukung oleh Ketua DPC yang memiliki suara ganda.
Di Demokrat Sulawesi Selatan. Ni’matullah yang hanya peroleh 9 suara bisa menjadi ketua mengalahkan Ilham Arief Sirajuddin yang mengantongi 16 suara dalam Musda.
Di Demokrat Provinsi Jawa Barat, kata Emha, Irfan Suryanagara menjadi korban berikutnya. Ia memperoleh 17 dukungan suara tetapi yang ditunjuk sebagai ketua adalah Anton Surato yang hanya mengantongi 10 suara.
Di Jawa Timur, Bayu Airlangga harus menelan pil pahit setelah tidak ditunjuk sebagai ketua demokrat di sana, padahal dia memperoleh 25 suara dari 39 pemegang hak suara. Sedangkan Emil Dardak hanya mengantongi 14 suara, tetapi Emil yang ditunjuk sebagai ketua.
“Partai Demokrat tidak lagi demokratis tetapi oligarkis. Sehingga setiap keputusan yang diambil sebatas mau atau tidaknya keluarga yang berkuasa,” katanya.
Kekecewaan terhadap AHY juga dikemukakan Ketua DPC Demokrat Kota Madiun, Istono setelah AHY menetapkan Emil Dardak sebagai Ketua DPD Demokrat Jawa Timur.
Ia menilai Ketua Umumnya Agus Harimurti Yudhono (AHY) tidak menunjukkan sikap demokratis.
“Percuma diadakan Musyawarah Daerah (Musda), apabila hasilnya ditentukan oleh pusat,” tetas Istono.
Ia mengatakan bahwa Emil Dardak hanya memperoleh suara 13 DPC, sementara rivalnya yakni Bayu Airlangga mendapat suara lebih banyak yakni 25 DPC.
Ia mengatakan Demokrat yang selama ini menyuarakan pentingnya kepemimpinan yang demokratis di era reformasi ini, akhirnya tenggelam dengan keputusannya sendiri dalam menentuka ketua di Jatim. (jimas)