Featured News Politik

Kasus PCR, Pengamat: Layak Presiden Ganti Erick dan LBP

Menteri BUMN Ercik Thohir saat mendampingi Presiden pada acara Expo BUMN di Jakarta akhir tahun lalu (foto: Setkab)

Pewarta Satu – Desakan agar Presiden Jokowi segera me-reshuffle kabinet, khususnya memberhentikan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Menteri BUMN Erick Tohir, dinilai wajar.

Penilaian itu dilontarkan pengamat hukum tata negara, Refly Harun, melalui channel– nya di media sosial Youtube yang tayang Kamis dinihari (4/11). ‘’Ini memang tuntutan masuk akal kalau kita kaitkan dengan tuntutan pemerintahan yang good governance dan clean government (pemerintahan yang baik dan bersih) ,’’ kata Refly yang dikutip Pewarta Satu.com.

Tuntutan perombakan kabinet ini dilontarkan mantan Direktur Publikasi dan Pendidikan Publik YLBHI, Agustinus Edy Kristianto. Ia meminta Presiden Joko Widodo segera merombak kabinet, khususnya Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Agus menilai kedua nama ini diduga telah terlibat dalam konflik kepentingan antara bisnis tes PCR di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) dengan kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19.

“Untuk memulihkan dan mengobati kekecewaan, rasa terluka masyarakat, Jokowi harus melakukan langkah yang ‘radikal’, dia harus melakukan perombakan kabinet di sektor yang disoroti masyarakat, di sektor yang potensi dugaan penyelewengannya tinggi, seperti kasus PCR ini, dua orang itu adalah pintu masuk,” kata Agus saat kepada Suara.com, yang diulas Refly Harun.

Agustinus menyebut kebijakan tes PCR untuk perjalanan yang berubah-ubah dalam waktu cepat belakangan ini juga disebabkan oleh konflik kepentingan antara pebisnis dan pemerintah, ketegasan Jokowi dinanti untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Menurut Refly sendiri, persoalan ini bukan masalah angka-angka, karena itu relative, dan angka bisa disimpan di bawah meja. Yang terpenting adalah bukti keterlibatan langsung dan tidak lansung.

‘’Dan ini juga pembelajaran bagi kita, apakah kita mau belajar sebaik baiknya, kemudian menerapkan menerapkan prinsip prinsip yang tidak ada conflict of interest dalam setiap pengambilan kebijakan, ‘’ ulas Refly Harun.

Menyinggung lebih jauh masalah yang sekarang menjadi sorotan masyarakat dan sudah diakui mereka yang terlibat, Refly Harun, tegas mengatakan, ini bukan tidak ada potensi bisnisnya.

‘’Potensi itu besar sekali, bahkan diperkirakan keuntungan abnormalnya lebih dari Rp10 Triliun, belum lagi dari keuntungan normalnya,’’ lanjut Refly, sambil menyinggung wawancaranya dengan seorang salah seorang pengamat ekonomi.

Di awal ulasannya, Refly menyinggung ada hasil investigsi dana CPR. Dengan perkiraan keuntungan sekali test PCR aja sampai Rp 700 ribu — (ingat, harga awal awalnya PCR dari Rp2 juta – Rp2,5 juta hingga turun sampai Rp1 juta …dst ) – menurutRefly, diperkirakan keuntungannya luar biasa, di luar rate normal. Kapitalisasinya bisa mencapai Rp 10 Triliun.

‘’Uang yang seharunya tidak dinikmati pengusaha karena mereka menetapkan keuntungan yang luar biasa curang,’’ terang Refly.

Sekarang,menurut Refly, berpulang bagaimana sikap Presiden Jokowi. Presiden harus memberikan contoh bagaimana menegakkan prinsip-prinsip good governance and clean government. ‘’Walau saya pribadi terus terang tak terlalu yakin…. Karena orang-orang yang disebut terlibat ini barangkali menjadi anak emas di pemerintahan,’’ celetuknya.

Sekali lagi, ini bukan menyangkut angka angka. Masyarakat lusa juga sudah mengetahui, Selain dari yang diungkapkan Agustinus, juga dari pengakuan masing-masing jjubir pihak yang disebut.

Kedua, ini bukan masalah yang tidak serius. Bukan hanya terkait pejabat publiknya. Tapi bagaimana dana dana kesehatan masyarakat digunakan.

Sanksi Sosial

Sebagaimana dikutip Suara.com kemarin (3/11), Agustinus juga meminta masyarakat memberikan sanksi sosial kepada pejabat-pejabat yang mengambil kesempatan dalam pandemi ini.

“Hukuman sosial harus berjalan, karena ini mau Pemilu, ini bisa jadi pendidikan politik bagi masyarakat bahwa kita tidak bisa asal memilih pemimpin kta, tidak tidak bisa bayar pajak doang tapi tidak diawasi, kita jangan gampang lupa dulu begini nyalon lagi dipilih lagi,” tuturnya.

Sebelumnya, Agus mengungkapkan Luhut dan Erick Thohir diduga berafiliasi dengan bisnis tes Covid-19 baik PCR maupun Antigen di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Dia mengatakan, semua itu jelas bisnis. Badan hukumnya saja PT. Tujuan PT adalah laba! Ingat, bukan masalah orang dilarang berbisnis tapi lihat dulu posisi siapa yang berbisnis. ‘’Sangat tidak bermoral menjadikan jabatan publik sebagai pintu masuk untuk berbisnis memanfaatkan masa pandemi yang menyusahkan rakyat,” tegas Edy.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan juga menduga sedikitnya ada lebih dari Rp23 triliun perputaran uang dalam bisnis tes PCR di Indonesia, dengan total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp 10 triliun lebih.
Koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lokataru, dan LaporCovid-19. (ram)

 

Leave a Comment