Kelangkaan Minyak Goreng dan Fungsi Negara

Oleh: Achyar Eldine, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Ibnu Khaldun 

KISRUH minyak goreng adalah salah satu dari sekian kali ketidakpuasan masyarakat terhadap penanganan sumber-sumber pangan di Indonesia. Kedele, daging dll.

Sumber yang disebut diatas adalah kelompok bahan pangan yabg lebih banyak diimpor, sehingga ketika dipersoalkan, pemerintah akan cepat menjawab, sumber kenaikan adalah faktor luar, padahal sebetulnya lebih kepada tata niaganya.

Prof Andi dari Bengkulu menjelaskan bagaimana memahami minyak goreng langka di negara penghasil bahan baku minyak goreng terbesar di dunia.

Ini sulit dijelaskan jika melihat fungsi negara dalam teori ekonomi pasar, ekonomi kesejahteraan atau ekonomi publik apalagi konsep ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan yang diamanatkan UUD 1945 fasal 27 ayat 1.

Salah satu asumsi dasar yang digunakan dalam semua teori ekonomi yang saya sebut di atas negara adalah entitas “benevolent social guardian” dan pelakunya (Birokkrat) adalah entitas selfless (tidak memikirkan kepentingaan sendiri ketika memutuskan atau menjalankan kebijakan negara), sehingga koordinasi dan administrasi sektor public (pemerintahan ini indentik dengan tanpa biaya alias efisien.

Padahal pada kenyataannya penyelenggara negara adalah figure non selfless, dia butuh survival untuk posisi jabatannya, ia ingin dipilih lagi dalam jabatan atau ia ingin promosi jabatan dan semua itu bisa jadi adalah tujuan utamanya bukan untuk mencapai kepuasan publik tertinggi.

Dampak asumsi dasar tentang posisi negara itu sebagai entitas yang benevolent dan altruistik itu tertolak. Negara juga menjadi indentik dengan pasar bahwa di dalamnya semua pelakunya bertujuan memaksimumkan kepuasan dan keuntungan pribadinya.

Kalau di dalam pasar berlaku pernyataan Adam Smith “bukan karena kebaikan tukang roti kita mendapatkan roti yang lezat dan bermutu” tetapi karena mereka sedang memperjuangkan kepentingannya untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi.

Di dalam negara pun kita bisa merefleksikan hal yang sama bukan karena kebaikan dari presiden, menteri, kepala daerah, DPR dan pejabat-pejabat lainnya rakyat mendapatkan kebutuhannya tapi karena mereka sedang memperjuangkan kepentingannya.

Artinya vote itu menentukan pemenuhan kebutuhan publik para voter. Untuk mendapatkan entitas negara yang altruistik para voter juga harus altruistik juga. Tidak menjual votenya untuk kepentingan sesaat yang sempit. (**)

Isi tulisan di luar tanggung jawab Redaksi Pewartasatu.com

syarif: