KemenPPPA , Awasi Pendampingan Korban Pemerkosaan di Tasikmalaya

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar. (Foto: Ist)

 

JAKARTA, Pewartasatu.com – Seorang anak perempuan usia 17 tahun telah menjadi korban pemerkosaan lima orang pelaku di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Peristiwa ini menambah deretan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang harus ditangani dengan hukuman tegas.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan kasus pidana ini harus diungkapkan dengan tuntas dan melakukan pendampingan terhadap korban yang tengah hamil 8 bulan.

“Kasus pemerkosaan tidak bisa ditoleransi, KemenPPPA berharap aparat penegak hukum dapat memberikan sanksi pidana berat terhadap pelaku agar terjadi efek jera baik terhadap pelaku maupun orang lain,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dalam siaran pers Senin, (18/04/2022).

Kasus pemerkosaan ini semakin tragis karena pelaku adalah bapak (L) dan anak kembarnya, serta dua temannya.

Kasus ini tidak segera terungkap karena korban tidak berani melapor padahal peristiwanya pada Juni 2021.

Orang tua korban yang akhirnya mengetahui kejadian tersebut juga pada awalnya berusaha menutupi.

Akhirnya pada Maret 2022 melalui Forum Anak Kabupaten Tasikmalaya menginformasikan kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Tasikmalaya akan kejadian tersebut, sehingga segera melakukan penjangkauan dan pendampingan kepada korban untuk melaporkan kejadian ke Polresta Tasikmalaya. Polisi telah menahan kelima pelaku di Polresta Tasikmalaya.

“KemenPPPA koordinasi dengan UPTD PPA Tasikmalaya yang telah melakukan penjangkauan korban, mendampingi korban melapor ke Polisi, mendamping visum et repertum, mendampingi psikologis kepada korban dan keluarga, memfasilitasi rumah aman bagi korban dan keluarga,” kata Nahar.

Nahar berharap korban kekerasan seksual berani bicara dan segera melapor kepada berbagai lembaga layanan untuk segera dapat dilakukan asesmen dan pendampingan guna pemulihan korban dan mencegah berulangnya kasus tersebut.

KemenPPPA juga berharap, tidak ada stigma terhadap korban dan bahkan masyarakat harus mendukung selama proses pemulihan.

KemenPPPA mendorong agar UPTD PPA Tasikmalaya terus melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual dengan baik. KemenPPPA akan memastikan berlangsungnya pendampingan terhadap korban untuk memulihkan trauma yang dialaminya.

KemenPPPA meminta agar Aparat Penegak Hukum dapat memberikan hukuman sesuai perundang-undangan yang berlaku. Pelaku diduga dapat dijerat Pasal 76D Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014, dengan sanksi hukuman memakai Pasal 81 UU 17 Tahun 2016 jo Perpu 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Mengingat pelaku lebih dari satu orang secara bersama-sama, dapat diberikan penambahan hukuman, yakni 1/3 hukuman dari pidana pokok.

Selain itu, pelaku dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku (Ayat 6). Dengan demikian, pelaku dapat dihukum pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda maksimal 5 miliar rupiah, serta membayar restitusi ganti kerugian kepada korban yang dibebankan pada Pelaku, yang perhitungannya dilakukan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), dan oleh Jaksa Eksekutor pada Kejaksaan Negeri Tasikmalaya dapat memblokir dan melelang aset kekayaaan dari milik para pelaku untuk membayar restitusi ganti kerugian korban.(**)

Maulina Lestari: