KemenPPPA Kecam Kekerasan Seksual oleh Guru Agama di Batang, Dorong Korban Berani Melapor

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, KemenPPPA, Nahar.(Foto: Humas)

 

JAKARTA Pewartasatu.com.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam tindak kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru agama di SMP terhadap sejumlah pelajar di Batang, Jawa Tengah.

Korban diduga mencapai puluhan pelajar, sementara yang berani melapor baru tujuh orang.

“Apabila ada pelajar yang menjadi korban kekerasan seksual guru agama di SMP di Batang, kami harapkan dapat berani melapor. Kami juga mendorong orang tua atau wali dapat memberikan dukungan kepada anak agar berani bicara”.

“Hanya dengan bicara dan berani melapor, kasus ini bisa diusut tuntas, hukum ditegakkan, dan pelakunya dihukum seberat-beratnya sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, KemenPPPA, Nahar, di Jakarta, pada Sabtu (3/9).

Nahar menegaskan, dengan terungkapnya seseorang sebagai korban kekerasan seksual, maka dapat diberikan bantuan pemulihan terhadap korban oleh ahli psikolog/psikiater dan pendampingan oleh pekerja sosial. Hal ini dilakukan mengingat korban telah melewati pengalaman traumatis yang dapat menyisakan tekanan mental dalam waktu berkepanjangan.

Selain itu, Nahar juga meminta kepada masyarakat untuk tidak memberi stigma atau pandangan negatif terhadap korban kekerasan seksual. Justru, korban dan keluarganya membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk dapat menjalani kehidupan sosialnya dengan normal dan tumbuh kembang anak dapat terjamin dengan baik.

“KemenPPPA memberikan perhatian serius dalam memastikan korban mendapatkan pemulihan korban. Jangan takut melapor, dan menganggapnya sebagai aib. Kami mengharapkan masyarakat setempat agar turut mendukung korban. Kami juga mengajak semua pihak untuk berani melawan kekerasan seksual dengan berani bicara dan berani melapor,” kata Nahar.

Dalam hal penegakan hukum, Nahar mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) dapat menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada terduga pelaku kekerasan seksual di Batang.

Apabila terbukti melakukan tindakan pemerkosaan dengan korban lebih dari satu orang, Nahar mengharapkan APH dapat menjatuhkan ancaman hukuman maksimal, termasuk pemberian tindakan kebiri kimia sesuai dengan Undang – Undang No. 17 Tahun 2016.

“Terduga pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Batang. Pelaku yang merupakan guru agama dan pembina OSIS diduga melakukan pencabulan dan persetubuhan dengan modus tes kejujuran. Hingga saat ini, sebanyak lima korban sudah menjalani visum. Kami berharap dalam proses lidik sidik ditemukan cukup bukti terjadinya peristiwa pencabulan dan persetubuhan,” kata Nahar.

KemenPPPA terus berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Batang untuk melakukan pendampingan dan membantu pemulihan korban.

Nahar mengatakan apabila memenuhi unsur pasal 76D dan pasal 76E UU No. 35 Tahun 2014, maka pelaku dapat diancam hukuman berlapis, sesuai pasal 81 jo 82 UU No 17 Tahun 2016 dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun dengan ancaman pidana mati, seumur hidup, pidana tambahan, tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik serta rehabilitasi.

“Kami juga mengharapkan aparat penegak hukum dapat memproses kasus ini sesuai dengan hukum acara sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” kata Nahar.

Sesuai Undang – Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pasal 30, Nahar mengatakan, Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual berhak mendapatkan Restitusi dan Layanan Pemulihan. Restitusi tersebut berupa ganti kerugian akibat kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Selanjutnya, Pasal 31 Ayat (1) menyatakan Penyidik, penuntut umum, dan hakim wajib memberitahukan hak atas Restitusi kepada Korban dan LPSK.(**)

Maulina Lestari: