Aktual Daerah Hukum Kriminal nasional

KemenPPPA Perkuat Sinergi Untuk Implementasikan UU TPKS

MenteriPPPA, Bintang Puspayoga. (Foto: Ist)

​JAKARTA, Pewartasatu.com  – Pemerintah terus mengupayakan implementasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat diterapkan secara efektif melalui sinergitas pemerintah dan peran serta organisasi masyarakat.

Oleh karenanya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaksanakan audiensi bersama pendamping kasus kekerasan seksual di Jawa Timur dalam rangka memastikan perlindungan dan pemenuhan hak korban dapat dilaksanakan.

​“Kasus kekerasan seksual saat ini semakin marak muncul di media sosial, oleh karenanya kami dari KemenPPPA mengapresiasi peran masyarakat, korban dan pendamping yang sudah berani melapor untuk mendapatkan keadilan.”

Dengan diundangkannya UU TPKS, pemerintah bersinergi dengan organisasi masyarakat akan berupaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi korban, sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual,” jelas Menteri PPPA pada kegiatan audiensi di Surabaya (16/09).

​Lebih lanjut, Menteri PPPA juga menekankan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau Saksi dalam perkara TPKS dapat diancam Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun berdasarkan Pasal 19 UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS.

​“Saya berharap melalui sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat, serta pendamping korban kasus kekerasan seksual UU TPKS dapat diimplementasikan secara tepat sasaran di ranah persidangan. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku,” ungkap Menteri PPPA.

​Dalam kesempatan tersebut Menteri PPPA juga mendorong penerapan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS oleh aparat penegak hukum sesuai dengan amanat UU tersebut.

Sehingga, UU tersebut dapat dijadikan sebagai payung hukum dan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

Oleh karenanya, perlu adanya koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) terkait prosedur perlindungan dan hak-hak bagi korban maupun saksi, sebagaimana Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 30 UU TPKS.

​Meneruskan hal tersebut, Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Margareth Robin Korwa turut memberikan perhatian serius dan memastikan perlindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan dapat terlaksana. Adapun hak korban yang dijamin dalam UU TPKS diantaranya hak atas penanganan, hak atas perlindungan, dan hak atas pemulihan.

Margaret melanjutkan, pemenuhan atas hak korban tersebut merupakan kewajiban negara yang dilaksanakan sesuai kondisi dan kebutuhan korban, serta diselenggarakan secara terpadu sebagai cross cutting issues.

Lebih lanjut, KemenPPPA juga akan menjalin komunikasi intensif dan terus menampung masukan dari para pendamping korban kekerasan seksual.

“KemenPPPA akan terus membuka ruang komunikasi dengan para pendamping, kuasa hukum dan paralegal korban kekerasan seksual untuk mewujudkan keadilan bagi korban.”

“Kami juga akan memastikan akses keadilan bagi perempuan dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana sebagai langkah memperkuat upaya dari Kejaksaan melalui Peraturan Kejaksaan No. 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana, dan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum,” tutup Margareth.(**)

Leave a Comment