Kenapa Pak Moeldoko Tidak Mau Banyak Bicara?

Saiful Huda Ems, Kepala Departemen dan Informatika Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat KLB Pimpinan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun.(Foto: Ist)

 

JAKARTA, Pewartasatu.com – Diamnya Ketua Umum DPP Partai Demokrat KLB, yakni Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko mengenai Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh DPP Partai Demokrat KLB, menimbulkan pertanyaan dari para awak media.

Diamnya Moeldoko ini juga membuat kubu AHY melontarkan kata-kata yang tidak pantas terhadap Ketua Umum DPP Partai Demokrat KLB

Seperti kata kata pengecut, pembegal yang dilontarkan kubu AHY,

Saiful Huda Ems, Kepala Departemen dan Informatika Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat KLB Pimpinan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun.saat dikonfirmasi Pewartasatu.com,(9/2/3023), menjelaskannya.

Dipaparkannya, peninjauan Kembali (PK) itu bukan perbuatan pembegalan politik, namun upaya hukum terakhir yang dilakukan oleh DPP Partai Demokrat KLB yang konstitusional..

Menyebut PK sebagai perbuatan pembegalan politik, merupakan pertanda mereka ini (AHY dan para pemuja TRIO CIKEAS), sama sekali tidak mengerti hukum, dan kelihatan kualitas kader yang buruk karena dipimpin oleh pemimpin karbitan, pelarian Mayor alias Bocil yang baru belajar bicara dan belajar menyisir rambut,” jelasnya.

Dilanjutkannya, Persoalan Ketua Umum Partai Demokrat KLB, Pak Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko yang masih belum mau berkomentar soal PK, itu hak beliau sebagai Ketua Umum yang bisa jadi sebagai bentuk pertahanan partai, agar strategi perjuangan hukum yang tengah ditempuh DPP Partai Demokrat KLB ini tidak bocor ke pihak lawan.

Oleh karena itu, untuk persoalan PK, Ketua Umum lebih memilih berhati-hati, hemat bicara dan lebih banyak menyerahkan pada jajaran pengurus di bawahnya saja yang berbicara ke media, hingga beliau bisa tetap fokus mengemban tugasnya sebagai pejabat negara.

“Bromocorah Demokrasi itu lebih tepat ditujukan untuk SBY, AHY dan IBAS atau biasa disebut Netizen dengan Trio Cikeas. Sebab di tangan mereka bertiga ini Partai Demokrat yang disingkat PD berubah menjadi PKC alias Partai Keluarga Cikeas,’ tegasnya.

Kenapa bisa demikian? Karena Partai Demokrat yang awal berdirinya begitu sangat demokratis dan terbuka, didirikan oleh 99 orang, dan melibatkan banyak tokoh-tokoh politisi berintegritas dan berpengaruh, hingga menjadi partai kebanggaan rakyat, di tangan SBY dan AHY serta IBAS mendadak semuanya berubah.

Partai Demokrat yang didirikan 99 orang, oleh SBY dirubah menjadi didirikan  SBY sendiri, kalaupun ada satu lagi orang lain yang dimasukkan sebagai pendiri itu orang yang sudah meninggal dunia, yakni Pak Ventje Rumangkang.

Padahal sesungguhnya, pendiri Partai Demokrat itu 99 orang, dan SBY dahulu pada awalnya hanyalah Tamu Undangan, yang di depan Presiden Megawati dan media-media nasional kala itu sangat menyepelekan bahkan mentertawakan Partai Demokrat yang dianggapnya partai yang masih baru dan tidak pantas mengusung dia sebagai Capres 2004.

Partai Demokrat yang awalnya demokratis dan terbuka, di tangan TRIO CIKEAS menjadi partai dinasti yang sangat tidak demokratis, tertutup dan terlalu banyak pungutan liar yang membuat stres kader-kadernya sendiri. Makanya jangan heran, di partai ini kader-kadernya banyak yang tertangkap KPK atau berurusan dengan penegak hukum. Entah itu karena terlibat korupsi atau yang terlibat skandal dengan perempuan atau dengan sabu-sabu dll.(**)

Maulina Lestari: