Kerja Sama Indonesia-Australia, Ciptakan Pengelolaan Ekosistem Padang Lamun Berkelanjutan

Jakarta, Pewartasatu.com – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 merupakan momen komitmen bagi kepemimpinan global untuk mendukung tercapainya _Sustainable Development Goals_ (SDGs). Indonesia mendukung penuh tiap-tiap kegiatan yang bermanfaat untuk sumber daya pesisir-laut.

Dalam mendukung hal tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim menggelar _Road To Ocean20 (O20): Workshop on Blue Carbon of Seagrass Ecosystem and Livelihood_, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 5 – 7 Oktober 2022. Pertemuan ini dihadiri oleh pakar-pakar Internasional di bidangnya antara lain Andy Steven (CSIRO-Australia), Carlos Duarte (KAUST-Arab Saudi), Neil Dave (Google X) and Stevan Lutz (GRID-Arendal).

Kegiatan ini merupakan bentuk kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Australia dalam program Blue Carbon Indonesia – Australia, untuk dapat menyampaikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang dapat ditindaklanjuti, khususnya mengenai Blue Carbon pada ekosistem Padang Lamun _(Seagrass)_.

Plt. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Firman Hidayat menyampaikan bahwa Perairan Indonesia yang membentang sekitar 6,4 juta Km memiliki keanekaragaman hayati laut yang beragam. Untuk itu, pemerintah menyadari bahwa ekosistem hayati laut memiliki peran yang sangat besar untuk keberlanjutan lingkungan hidup khususnya pada laut di Indonesia.

Seperti yang diketahui, Indonesia terletak di kawasan segitiga lamun yang menjadikan Indonesia sebagai pusat keanekaragaman hayati lamun. Luas ekosistem lamun Indonesia diperkirakan mencapai 293.464 ha (berdasarkan kajian LIPI,2018).

Nilai ini hanya menggambarkan 16% – 35% dari luas padang lamun Indonesia dari potensi daerah yang ada. Lamun yang dikenal sebagai “paru-paru laut,” memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem laut.

Plt. Deputi Firman juga menyampaikan bahwa Padang Lamun berperan penting sebagai habitat pembibitan, menyediakan tempat berlindung dan makanan, mendukung perikanan komersial dan keanekaragaman hayati, _Blue Carbon,_ dan meningkatkan kualitas air di sekitarnya.

“Mengingat begitu besar manfaat yang diberikan, ekosistem lamun harus kita terus awasi perkembanganya, untuk itu kerja sama Indonesia dan Australia ini menjadi contoh yang sangai baik, kerja sama tersebut berupa _joint research, capacity development_ dan transfer _technology_ atau _knowledge_,” ungkap Plt. Deputi Firman.

Pada kesempatan yang sama, Nikki Fitzgerald dari _Department of Climate Change, Energy, The Environment and Water_ yang mewakili pemerintah Australia menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah Indonesia atas kerja sama _Blue Carbon_ pada ekosistem padang Lamun ini yang merupakan tindak lanjut kesepakatan bidang kemaritiman yang ditandatangani pada 2017 yang lalu.

“Padang Lamun merupakan ekosistem yang kurang mendapat perhatian jika dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya, Mangrove dan terumbu karang. Oleh karena itu, saat ini adalah momentum yang sangat baik untuk meningkatkan kapasitas dan kepedulian dalam menjaga ekosistem tersebut di mana Indonesia sebagai negara yang memiiki luas ekosistem padang lamun terbesar di dunia,” jelas Nikki Fitzgerald.

Andreas Hutahean selaku Analis Kebijakan Madya bidang Konservasi Laut dan Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil menambahkan, untuk mengatur dan mengelola potensi sumber daya kelautan di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI).

“Kebijakan Kelautan Indonesia merupakan pedoman umum kebijakan kelautan dan langkah-langkah pelaksanaannya melalui program dan kegiatan kementerian/lembaga di bidang kelautan yang disusun dalam rangka percepatan pelaksanaan Poros Maritim Global,” tutur Andreas.

Sebagai informasi, kebijakan ini terdiri dari 7 pilar utama, di antaranya pilar kelima mengatur Penataan Ruang Laut dan Perlindungan Lingkungan Laut. Beberapa kebijakan dan prioritas strategis saat ini dalam melakukan pengelolaan ruang laut di Indonesia yaitu, Penataan Ruang Terpadu Laut-Darat, Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, dan Indeks Kesehatan Laut Indonesia (IKLI).

“Dari sisi kebijakan, konservasi, dan restorasi ekosistem laut Indonesia dilakukan melalui penetapan dan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut oleh Pemerintah. Dengan meningkatkan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi diharapkan dapat menjaga dan melestarikan ekosistem pesisir dan laut,” tambah Andreas.

Sebagai penutup Plt. Deputi Firman mengundang para peserta untuk hadir di pertemuan Ocean20 yang akan diadakan di Nusa Dua, Bali pada tanggal 13-15 November 2022, yang merupakan kesempatan bersama negara-negara lain untuk memperkuat dukungan dan aksi untuk kelestarian laut yang berkelanjutan.(**)

 

syarif: