3 Kandidat Cawapres 2024. (Foto: Ist)
Oleh: Saiful Huda Ems.
Menyaksikan jalannya Debat 3 Cawapres yang menampilkan sosok Cawapres Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD pada hari Jumat malam (22/Des/2023) yang lalu, saya seperti sedang menyaksikan perdebatan antara politisi (Muhaimin Iskandar) dan pendekar hukum (Prof. Mahfud MD) melawan Robot Politik yang bernama Gibran Rakabuming Raka.
Saya menjuluki Gibran sebagai Robot Politik, pertama karena jika saya cermati dari awal presentasinya di forum debat itu, Gibran seperti sedang berbicara sambil mengingat teks-teks yang sebelumnya dihafalkannya. Itulah mengapa apa yang disampaikannya nyaris selalu dimulai dan berakhir tepat pada waktunya.
Berbeda dengan Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD yang terlihat seringkali bicaranya terhenti sebelum atau sesudah waktu yang ditentukan telah habis, meski hanya tinggal atau kelebihan beberapa detik saja. Ini merupakan petunjuk pertama dari tanda-tanda orang yang berbicara secara spontan dan tidak melalui hafalan terlebih dahulu yang biasanya cenderung tepat waktu saat mulai dan mengakhiri pembicaraannya.
Kedua, Robot Politik itu meskipun bisa distel sedemikian rupa, namun kadang pula mengalami konslet juga. Inilah mengapa seorang Gibran sampai mengeluarkan kalimat-kalimat yang rancu seperti Hilirisasi Digital, yang di buku kamus manapun tidak akan pernah dapat ditemukan, kecuali kata Hilirisasi atau Digitalisasi. Dengan mengatakan Hilirisasi Digital, disini Gibran nampak sekali sebagai seorang intelektual dadakan.
Ketiga, konsleting Robot Politik yang bernama Gibran ini juga terlihat dari berbagai pernyataannya yang ngawur dan tak berdasarkan fakta dan data yang harusnya sudah terlebih dahulu disuguhkan padanya oleh para tim suksesnya. Ini bisa kita perhatikan dari berbagai kebohongannya atau jika tidak asal bicaranya soal bantuan untuk Kota Solo, kunjungan Wisatawan ke Solo yang dikatakannya jauh lebih banyak dibanding wisatawan yang datang ke Yogyakarta dll.
Menurut Gibran bantuan untuk Kota Solo dikatakannya jauh lebih besar diberikan saat dia sendiri sebelum menjadi Walikota Solo daripada saat ia menjadi Walikota Solo. Padahal faktanya bantuan untuk Kota Solo sebelum Gibran jadi Walikota Solo –menurut mantan Walikota Solo sebelumnya, yakni F.X Hadi Rudyatmo–jauh lebih kecil dibandingkan bantuan saat Gibran menjadi Walikota Solo.
Meski demikian –masih menurut Rudy– Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Solo masih jauh lebih banyak saat dirinya masih menjabat, dibandingkan dengan PAD Kota Solo saat Gibran menjabat sebagai Walikota Solo.
Gibran juga mengatakan bahwa kunjungan Wisatawan yang datang ke Solo di era kepemimpinannya, jauh lebih banyak dibanding Wisatawan yang datang ke Yogyakarta, padahal menurut Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Wisatawan yang datang ke Yogyakarta (19 April-25 April 2023) itu jauh lebih banyak, yakni 1.655.814 Wisatawan dibandingkan yang ke Solo, yakni 396.280 Wisatawan.
Ketika Gibran melontarkan singkatan yang aslinya menggunakan Bhs. Inggris namun oleh Gibran digunakan Bhs. Indonesia, yakni SGIE, Gibran juga nampak sekali aslinya tidak hafal dengan kepanjangan dari singkatan SGIE itu apa, sehingga Gibran harus melihat catatan yang ada di meja podiumnya saat membacakan pada Muhaimin Iskandar terhadap kepanjangan dari singkatan SGIE (State of the Global Islamic Economy) itu.
Di hadapan Prof. Mahfud MD, Cawapres Gibran juga lagi-lagi ngibul, yakni saat Gibran mengatakan pada Prof. Mahfud MD, bahwa sudah banyak investor yang menanamkan modalnya ke IKN. Namun Prof. Mahfud MD bukanlah intelektual dadakan seperti dirinya, Prof. Mahfud MD yang selain sebagai tokoh akademisi itu, beliau juga merupakan seorang pajabat tinggi negara yang sangat tau dan faham betul apa yang sedang terjadi di pemerintahan Indonesia ini. Olehnya apa yang dikatakan oleh Gibran segera dibantah oleh Prof. Mahfud MD.
Saya sebenarnya juga heran, mengapa tak lama setelah tayang debat Cawapres Jumat (22/Des/2023) tiba-tiba ada beberapa media yang ikut-ikutan menerbitkan data yang seolah menguatkan kebohongan pernyataan Gibran soal investasi di IKN. Menurut salah satu media yang saya baca, per 15 Desember 2023 sudah ada sekitar 328 investor yang mengajukan komitmen awalnya atau Letter of Intent (LOI) sebagai suntikan modal untuk Ibu Kota Negara Nusantara (IKN Nusantara).
Media itu konon menggunakan data yang didapatnya dari Otorita IKN Nusantara. Menurut saya sepertinya mereka itu, baik Gibran dan media pendukungnya masih belum faham apa perbedaan antara Letter of Intent (LOI), Memorandum of Understanding (MOU) dan Memorandum of Agreement (MOA). LOI itu sebetulnya bukanlah komitmen melainkan sekedar kemauan, karenanya secara hukum LOI itu tidaklah mengikat.
Jangankan LOI, MOU yang merupakan tahap berikutnya dari LOI saja secara hukum belumlah mengikat, apalagi hanya sekedar LOI, karena MOU hanyalah berisi soal kesepakatan-kesepakatan saja. Sedangkan kalau MOA barulah secara hukum mulai mengikat, meski belum benar-benar final. Jika demikian, ini artinya bahwa 328 investor yang dikatakan mau menginvestasikan modalnya ke IKN itu barulah di tahap keinginan, atau semacam janji manis yang belum memiliki ikatan hukum apa-apa, dan belum sampai ke tahap realisasi. Bukankah ini bisa menjurus pada Pemberi Harapan Palsu (PHP)?.
Yang jelas faktanya, Presiden Jokowi pada tanggal 23 November 2023 lalu telah menyatakan di hadapan banyak wartawan dari berbagai media, bahwa sampai saat ini belum ada satupun investor asing yang menanamkan modalnya ke IKN. Dan setau saya, modal pembangunan IKN sampai saat ini masih menggunakan dana dari APBN, meskipun demikian keluarga Prabowo, yakni Hasyim Djoyohadikusumo sudah banyak menguasai lahan dan memonopoli perusahaan pemasok air di IKN sana. Dahsyat…
Robot Politik bernama Gibran di acara Debat Cawapres itu benar-benar terlihat konslet, olehnya Prof. Mahfud MD memanfaatkannya secara cerdas untuk mematahkan argumen-argumen Gibran tanpa harus mempermalukannya. Pantas saja jika kemudian ada media asing terkemuka Al Jazeera yang menganggap pemaparan Gibran di Debat Cawapres itu tidaklah berisi, dan media itu melabeli Gibran sebagai “Nepo Baby” atau Bayi Nepotisme yang sedang berusaha menepis julukannya tersebut melalui Debat Cawapres Jumat (22/Des/2023).
Masihkah kita ragu untuk mendukung dan memilih Ganjar Pranowo-Mahfud MD?…(**).
25 Desember 2023.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pengamat Politik.