Lembaga Pajak Diisi Orang-orang Bermental Mafia, Kerjanya Mengancam, Memeras

Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng saat mengikuti Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan RI di Senayan, Senin (27/3)

JAKARTA. Pewartasatu.com –Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng, menilai sulitnya Indonesia keluar dari masalah prinsipil perpajakan karena lembaga pajak masih diisi oleh orang-orang yang berpura-pura menjadi fiskus (aparat pajak) namun bermental mafia.

Menurutnya, hal itulah yang merusak bangsa, khususnya Kementerian Keuangan. Terlebih dengan bercermin kasus yang mencuat beberapa saat lalu dan mencoreng wajah seluruh lembaga.

“Kalau di luar negeri, yang diuber pajak itu mafia-mafia ya. Jadi kalau orang boleh hebat tapi kalau sama orang pajak pasti kalah. Yang saya sedihnya karena apa? Karena di sini yang mafianya ada di dalam (lembaga) pajak itu,” katanya.

“Oknum-oknum ini berpura-pura sebagai fiskus, tapi sebetulnya mental-mental mafia,” ujar anggota dewan yang disapa Mekeng itu di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (27/03)

Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan RI, ia menyampaikan bahwa kemungkinan kasus serupa yang menyangkut mantan pejabat DJP berinisial RAT masih terjadi di tubuh lembaga-lembaga negara, khususnya Kementerian Keuangan.

Karena itu, dirinya menyampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk serius menyelesaikan hal-hal tersebut.

“Setelah kasus RAT ini bukan berarti sudah tidak ada. Masih ada. RAT ini kan Eselon III. Di bawah eselon ini pun masih banyak yang berkeliaran, yang kerjanya mengancam, mengancam pengusaha dan ujung-ujungnya memeras. Ini yang sebetulnya yang harus diselesaikan, Bu Menteri,” ujarnya.

Politisi Fraksi Partai Golongan Karya tersebut meyakini hal-hal curang seperti itu masih akan terus marak terjadi apabila Kementerian Keuangan masih mempertahankan metode man to man.

Dirinya percaya, apabila metode tersebut terus dilakukan maka akan ada celah terjadinya negosiasi. Sehingga, menurutnya, hanya sistem yang bisa menghentikan ini semua, yaitu dengan digitalisasi.

“Apalagi kalo wajib pajaknya memang dia tau dia ini punya kesalahan, ketemu fiskus yang mentalnya babak belur, ya terjadi transaksi itu tidak bisa dihindari dan bisa terjadi kapan saja. Besok kita selesai, besoknya minggu depan ada lagi. Hanya sistem yang bisa menghentikan ini semua. Sistemnya apa? Digitalisasi,” ucapnya.

Legislator Dapil Nusa Tenggara Timur I itu percaya bahwa Kementerian Keuangan memiliki kemampuan yang cukup untuk menciptakan sistem tersebut.

Dirinya juga menyebutkan apabila pihak dari Kementerian Keuangan merasa tidak mampu, maka bukan masalah untuk meminta negara lain yang lebih mumpuni dalam penerapan teknologi digital untuk membuat sistem itu. Ia menekankan permasalahannya ada pada keinginan untuk mewujudkannya.

“Kalau sistemnya masih begini, pasti muncul lagi. Gayus begitu meledak, sekarang RAT, dan masih banyak menurut hemat saya yang model-model RAT. Jadi menurut hemat saya, yang harus diperbaiki (adalah) sistem. Ganti sistem Bu, kurangi yang namanya pertemuan antara fiskus dan wajib pajak,” tegasnya

Selain itu, Mekeng juga menyoroti soal kehadiran Komite Pengawas Perpajakan yang bertugas untuk mengawasi dan menyelidiki perilaku fiskus. Ia menyampaikan bahwa seharusnya komite tersebut diisi oleh orang-orang yang netral dan independen.

Sementara, saat ini dirinya melihat bahwa masih banyak nama-nama yang berasal dari Kementerian Keuangan mengisi Komite Pengawas Perpajakan. Untuk itu, menurutnya hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah transformasi pengawasan internal di dalam Kementerian Keuangan. **

Sumber:Parlementaria

 

Brilliansyah: