Pewartasatu, Jakarta – Sudah 17 tahun Maria Pauline Lumowa melarikan diri karena kasus pembobolan BNI sebesar Rp 1,7 Triliun. Maria berhasil ditangkap oleh Kementerian Hukum dan HAM lewat jalur ekstradisi dari Serbia. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengumumkan penangkapan buronan kelas kakap tersebut, kamis (9/7).
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Maria Pauline lahir di Paleloan, Sulawesi utara, 27 Juli 1958, CNN Indonesia, (9/7).
Pemerintah Indonesia sudah dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintahan Kerajaan Belanda pada tahun 2010 dan 2014 lalu, tetapi ditolak. Pemerintah Kerajaan Belanda hanya memberikan pilihan agar Maria Pauline Lumowa disadangkan di Belanda.
Sudah hampir 17 tahun pelarian Maria sudah menetap di berbagai negara, bahkan Maria sendiri sudah tercatat sebagai warga negara Belanda sejak 1979.
Kasus Maria berawal saat Bank BNI pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 lalu mengucurkan pinjaman kepada PT Gramarindo Group atas kepemilikan nama Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu sebanyak 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro. Nilai pinjaman tersebeut setara dengan Rp 1,7 triliun berdasarkan kurs saat itu.
Aksi dari PT Gramarindo Group itu diduga mendapat bantuan dari ‘orang dalam’ karena pihak Bank BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Crop yang bukan merupakan korespondensi Bank BNI.
Sementara pada Juni 2003, BNI merasa ada sesuatu yang tidak beres mengenai transaksi keuangan PT Grammarindo Group. Lalu mereka melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa perusahaan tersebut tidak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Pada 2009 tim khusus Mabes Polri mendapati keberadaannya di Belanda. Maria juga sering bolak-balik Belanda-Singapura. Namun, upaya pemerintah menangkapnya gagal karena status Maria yang juga tercatat berkewarganegaraan Belanda.
Saat itu pemerintah Belanda menolak permintaan ekstradisi dari RI. Namun perburuan terhadap Maria tak berhenti. Babak baru perburuan terjadi ketika Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019.
Yasonna berkata penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003.
“Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham,” ujar Yasonna.
Sikap pemerintah Serbia kooperatif. Mereka mendukung permintaan ekstradisi dari Indonesia. Yasonna bilang hal ini karena hubungan baik kedua negara.
Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna Laoly dijadwalkan tiba di Tanah Air bersama Maria Pauline Lumowa pada Kamis (9/7) pagi ini.”Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa,” kata Yasonna.
Foto : Kompas.com|GoogleSearch