Masjid Jami’ Jayapura Yang Dibangun Pada 1943, Menyimpan Sejarah Pengembangan Islam di Papua

Foto  Masjid Jami’ Jayapura yang didirikan pada 1943 tersimpan di arsip milik pengurus Masjid Jami, Kota Jayapura. (Foto : Republika)

 

JAYAPURA, Pewartasatu.com — Jika kita menapakkan kaki di kota Jayapura, maka yang akan tersirat di benak kita adalah suatu kota yang heterogen penduduknya.

Lantas bagaimana berkembangnya Islam di provisi tertimur ini sejak Papua berintegrasi dengan NKRI ? Tidak banyak yang mengetahuinya, apalagi bagi generasi milenial sekarang.

Jika kita melewati jalan Percetakan, maka akan kita temkui sebuah gedung berlantai tiga di sudut Jl Percetakan Negara 126, Kelurahan Gurabesi, Kecamatan Jayapura Utara.

Kondisi Masjid Jami’ Jayapura saaat ini. (Foto : ist)

Sepintas tampak biasa saja. Padahal di lantai tiga bangunan terdapat Masjid Jami. Itu adalah masjid tertua di Kota Jayapura yang berdiri sampai saat ini.

Memang tak ada penanda yang menunjukkan kalau bangunan itu adalah sebuah masjid, misalnya kubah bulat dengan pucuk bulan sabit dan bintang, lazimnya sebuah rumah ibadah umat Islam.

Untuki menuju ke masjid tertua itu kita harus meniti anak tangga melewati lantai satu dan dua yang difungsikan sebagai sekolah.

Dahulu di kota Jayapura ketika masih bernama Sukarnapura terdapat dua masjid. Selain Masjid Jami’ juga terdapat sebuah masjid di kecamatan Abepura yang sudah diubah fungsinya menjadi Panti Asuhan Muhammadiyah setelah masyarakat muslim di kecamatan itu membangun sebuah masjid yang kemudian diberi nama Masjid Ash-Shalihin.

Masjid Jami’ sendiri berukuran 12×12 meter mampu menampung 200 jamaah.

Dindingnya berlapis keramik hijau dan lantainya diberi keramik putih. Terdapat empat unit pendingin ruangan di dalam masjid yang hanya digunakan ketika salat Jumat.

Masjid Jami lokasinya hanya sekitar 200 meter dari Masjid Raya Baiturrahim yang menjadi rumah ibadah umat Muslim terbesar di Kota Jayapura.

Masjid Raya Baiturrahim dibangun pada 1974 untuk mengakomodasi semakin meningkatnya jumlah umat Islam di Kota Jayapura.

Masjid Jami’ adalah rumah ibadah umat Muslim pertama yang dibangun di ibu kota Provinsi Papua pada tahun 1943 silam.

Sejumlah buruh pelabuhan di Hollandia, nama Jayapura saat itu, adalah pencetus berdirinya Masjid Jami ketika Hindia Belanda masih berkuasa.

Ketika itu, pulau ini masih dikenal sebutan Niugini Belanda atau Nederlands Nieuw Guinea.

Para buruh itu adalah pendatang dari Buton, Ternate, Tidore, Halmahera, Waigeo, dan Salawati.

Semula, bangunan masjid hanya terdiri dari satu lantai di atas lahan seluas 1.440 meter persegi dengan atap dari seng dan kubah berbentuk limas seperti umumnya masjid di Jawa ketika itu.

Masjid ini terletak di kaki perbukitan Jayapura kawasan APO ini menjadi saksi bisu dinamika pembangunan kota seluas 940 kilometer persegi tersebut.

Peristiwa paling bersejarah bagi rumah ibadah ini adalah seputar era 1962-1963. Ketika itu terjadi peristiwa penyerahan wilayah Papua dari Belanda kepada Indonesia yang difasilitasi oleh militer sekutu.

Masjid ini banyak didatangi oleh tentara Muslim yang dibawa Inggris dari Asia Selatan seperti India dan Pakistan.

Para tentara ini, sebagian asal Pakistan yang menjaga wilayah sekitar Pelabuhan Jayapura menjadikan Masjid Jami sebagai tempat salat dan beristirahat.

Para Pakistan yang bermarga Khan tersebut turut merawat masjid dan menjadi imam di sini. Keberadaan mereka disambut jamaah karena telah menghidupkan suasana masjid.

Sepeninggal tentara Pakistan dan India, para buruh pelabuhan yang merupakan jamaah tetap masjid mulai bergeser lokasi kerja ke kawasan Abe Pantai.

Mereka pun membangun masjid baru, Masjid Al Falah yang kemudian diketahui sebagai rumah ibadah umat Muslim kedua tertua di Jayapura. Masjid Jami kemudian menjadi sepi serta tidak terawat.

Di sekitar mulai hadir rumah ytang dijadikan bar. Seorang tokoh masyarakat setempat sekaligus pendeta bernama Saparai kemudian meminta pemilik bar dan karaoke segera menutup usaha di dekat masjid.

Pada 1963 itu juga, pengelolaan Masjid Jami diambil alih oleh Kodam XVII/Cenderawasih. Seorang pegawai dari Kementerian Agama bernama H Mansyur D Rahmad kemudian diminta untuk mengelola masjid tersebut selama 10 tahun.

Itulah sepenggal kisah tentang Masjid Jami’ di kota Jayapura. (**)

Jimas Putra: