DALAM perjalanan ke Sumbawa kemarin kami sangat kaget. Ternyata beli tiket pelabuhan tidak boleh menggunakan uang cash lagi. Harus menggunakan E money, tetapi yang diterima adalah E money yang diterbitkan oleh Bank Mandiri. Tapi kami tidak punya uang di dalam E-money Bank Mandiri, cari Indomaret tempat mengisi, namun tidak ada di sekitar pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Untung kawan saya masih bisa mengisi E money lewat online. Ya akhirnya beres. Dalam hati saya banyak juga uangnya bank mandiri sekarang karena mengkapitalisasi semua pelabuhan di Indonesia.
Pembayaran cashless bukan hanya semakin diminati, namun juga sedikit dipaksakan penggunaannya. Ini dipandang adalah pintu gerbang menuju era transparansi melalui digitalisasi alat pembayaran dan semua transaksi keuangan. Dengan cara ini maka banyak BUMN nanti bisa lepas dari tuduhan korupsi karena semua sudah digital. Tidak ada satu rupiah uang yang bisa disembunyikan lagi. Di bagian lain E money juga dapat menjadi alat memperkuat cash flow, orang menabung dengan tujuan berbelanja.
Itulah maksud dibangunnya alat pembayaran digital. Di Indonesia belum diakui keberadaannya, tidak ada regulasi yang menaunginya, namun sudah banyak alat pembayaran semacam ini menggantikan mata uang logam dan kertas rupiah milik Bank Indonesia (BI).
Itu pula kira-kira maksud diadakannya aplikasi Mypertamina. Namun sejak kelahirannya terkesan dihambat dan tampaknya mau dikebiri, oligarki tidak senang dengan aplikasi ini. Karena bisa menyapu bersih layanan keuangan digital Indonesia. Baru saja diterbitkan E money Pertamina langsung direcokin dengan E-money punya BUMN lain. Ada deh. Sementara E-money punya BUMN lain tersebut sampai sekarang jalan di tempat.
Pertamina itu menjual BBM kira kira 75 juta KL. Atau 75 miliar liter atau sekitar 750 triliun nilai pasarnya. Bayangkan jika semua orang menggunakan aplikasi ini untuk beli BBM, dahsyat men. Pertamina mengendalikan logistik dasar namanya BBM, pasarnya bersifat pasti, karena semua orang perlu membeli BBM tiap hari, gojek bisa lewat walaupun sudah menguasai transportasi, logistik Tokopedia dan gojek payment sekalipun, takkan sanggup menandingi MyPertamina.
Para oligarki taipan Indonesia sudah banyak menerbitkan uang digital, namun tampaknya sulit meluas. Mengapa? Mereka tidak punya captive market seperti Pertamina. MyPertamina memiliki pangsa pasar ratusan jutaan kendaraan bermotor di Indonesia. Jika setiap orang Indonesia men-download aplikasi Mypertamina maka sedikitnya 180 juta pelanggan langsung dalam genggaman Pertamina. Mereka akan mendepositkan uangnya minimal 500 ribu ke dalam E-money Pertamina paling tidak untuk belanja BBM sepekan. Anda tau berapa jumlahnya itu? Sedikitnya Rp 1000 triliun uang langsung dalam kantong Pertamina adalah jumlah yang kecil.
Wajar oligarki taipan ketakutan, MyPertamina benar-benar akan menggantikan seluruh E-money yang lain untuk berbelanja. Jadi nanti bayangkan E-money Pertamina akan punya E-money BBM subsidi khusus untuk membeli BBM subsidi dan E-money kelas Pertamax ke atas yang dapat digunakan untuk beli BBM non subsidi dan beli non BBM. Masih ada peluang dapat cash back men. 🙂 asal bank BUMN tidak menghalang-halangi ya!
Dengan cara digital maka subsidi BBM tak lagi diselewengkan para bandit batubara dan bandit sawit. Juga tukang tadah barang subsidi yang mencuri solar milik Pertamina lalu di jual dengan harga solar industri. Selisih harganya besar banget men, untungnya besar banget. Harga BBM di pasar terutama solar mencapai tiga kali lipat harga BBM subsidi. Ditenggarai banyak sekali maling yang kaya raya karena mencuri BBM subsidi. Sekarang bisa lebih ditertibkan. Harga pertalite dan solar tidak naik, tapi konsumsinya tepat sasaran. Begitu!
Namun sekarang MyPertamina dihadapkan dengan masalah sangat krusial, dijadikan bamper untuk mengatasi subsidi dan kuota BBM subsidi yang jebol. Pertamina panik, digencet dari atas digenjot dari bawah. Pertamina dikurung dalam perdebatan yang bukan 100 persen urusan Pertamina yakni:
1. Perdebatan tentang dana anggaran subsidi energi Rp 500 triliun, sebesar Rp 420 triliun subsidi BBM. Siapa yang makan subsidi BBM sebesar itu? Kebun sawit dan tambang batubara pemakan solar? Angkutan komersial perusahaan ritel sampai kampung-kampung pemakan solar dan BBM subsidi?
2. Perdebatan tentang stok pertalite dan solar yang akan jebol. Melebihi batas kuota, Pertamina keuangan di leher, pemerintah senang berutang pada Pertamina. Pemerintah punya catatan menunda pembayaran utang subsidi 3 tahun terakhir.
3. Perdebatan tentang cara mendapatkan BBM subsidi cashless. Uang subsidi bagi yang berhak langsung ditaruh oleh APBN dalam aplikasi MyPertamina. Bukan seperti selama ini ditalangi oleh Pertamina lebih dahulu.
4. Perdebatan tentang uang pungutan untuk top up Rp 1.000-1.500 setiap kali top up. Sebaiknya pungutan ini dihapus. Lebih populis buat Pertamina. Sebetulnya perdebatannya tidak disini.
Pemerintah memang tak mau disalahkan sendiri atas krisis energi dewasa ini. Pemerintah menyerahkan tanggung Jawab ini kepada Pertamina. Pertamina memang lebih tua dari pemerintah, kakak tua pemerintah, saudara tua, sudah pasti akan jadi tumpuan apalagi krisis energi, dalam krisis keuangan Pertamina juga jadi tumpuan.
Jadi supaya Pertamina bisa mengemban tanggung jawab ini, maka pemerintah harus membiarkan Pertamina banyak uang, dana subsidi APBN langsung saja taruh di Mypertamina. Maka platform digital MyPertamina akan menjadikan Pertamina sebagai pemilik alat pembayaran digital dengan pangsa pasar paling luas di Asia. Pasar yang pasti dan captive. *Lah GOJEK aja disuntik oleh Telkom. Mengapa MyPertamina tidak?* Kita tunggu ledakan Mypertamina ini. Akan sangat mengagetkan!
Oleh : Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi dan Peneliti AEPI