Featured Hukum

Mengungkap Modus Operandi Perampasan Tanah dan Laut Oleh Aguan Dan Anthoni Salim

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat

Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)

PERJUANGAN melawan oligarki rakus perampas tanah rakyat bukan hanya dilakukan melalui proses litigasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana terdaftar dalam perkara nomor: 754/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst. di samping perjuangan di luar pengadilan (non litigasi).

Kehadiran kami di sejumlah agenda aksi menyampaikan pendapat dimuka umum yang membersamai rakyat Banten, juga kami akadkan sebagai bagian dari ikhtiar berjuang.

Termasuk, melalui aktivitas menjalankan hak konstitusional menyampaikan pendapat dalam berbagai forum diskusi online, undangan media, dialog dan podcast.

Terakhir, penulis memenuhi undangan Podcast Pak Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK Periode 2011-2015 (Kamis, 6/2).

Dalam diskusi podcast ini, materinya lebih tajam dan mendalam. Maklum, naluri Lawyer dan mantan pimpinan KPK, membuat Pak Bambang Widjojanto masuk pada pertanyaan-pertanyaan detail dan krusial.

Diantara point penting pertanyaan detail dan krusial, adalah pertanyaan seputar modus operandi perampasan tanah rakyat Banten oleh Oligarki PIK-2.

Penulis menyebut sebagai perampasan, merujuk pada definisi perampasan tanah adalah proses mengambil tanah dari pemiliknya tanpa keridhoan, baik karena dibayar murah, dibayar sebagian, bahkan tak dibayar sama sekali.

Secara garis besar, Agung Sedayu Group (ASG) selaku pemilik proyek PIK-2 (bersama Group Salim) melakukan perampasan tanah baik di darat maupun di laut, untuk dijadikan asas industri properti yang mereka kembangkan.

Modus operandi perampasan tanah itu dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Pertama, perampasan tanah daratan dilakukan dengan tindakan permulaan membuat sertifikat atau alas hak diatas tanah-tanah yang akan mereka rampas, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai wilayah atau kawasan pengembangan proyek properti mereka.

Lalu, sertifikat atau alas hak ini, yang diperoleh melalui berkerja sama dengan Kades, sejumlah perantara, notaris dan BPN, digunakan untuk mengklaim tanah-tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat.

Masyarakat yang memiliki alas hak berupa girik, tak bisa meningkatkan menjadi SHM karena diatas Nomor Induk Bidang (NIB) mereka, telah diterbitkan NIB atas nama sejumlah pihak yang digunakan untuk kepentingan Agung Sedayu Group.

Ada nama A. Gojali alias Eng Cun, Vreddy dan Hendry misalnya.

Dari data yang kami miliki, Total luas Tanah yang sudah diterbitkan NIB (Nomor Induk Bidang) yang dijadikan dalih untuk merampas tanah rakyat (sebagian terbit dalam bentuk SHM, sebagian HGB), seluas 9.024.890 m² (900 ha), terbagi atas:

1. Atas Nama Hendry 5.901.554 m²
2. Atas nama Vreddy 2.679.883
3. Atas nama A. Gojali 322.635 m²

Selanjutnya, tanah-tanah yang telah dikuasai secara hukum (de jure), dilakukan penguasaan secara fisik (de facto) menggunakan jasa preman. Preman bayaran inilah, yang mengambil alih kendali tanah yang umumnya berbentuk sawah dan empang, dengan dalih telah dimiliki pihak tertentu berdasarkan AJB dan/atau sertifikat/girik tertentu.

Tahap selanjutnya, sejumlah negosiator dari ASG (dikoordinir oleh Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN) menawar secara murah Tanah masyarakat (baik yang SHM maupun masih girik), ada yang langsung diurug, ada yang dikriminalisasi jika melawan.

Sudah banyak korban kriminalisasi ASG yang masuk penjara.

Silahkan cek dengan melakukan wawancara kepada sejumlah korban di Tangerang.

Bagi yang mengambil upaya hukum ke pengadilan, telah disiapkan tim khusus yang memastikan semua perkara mereka menangkan.

Cek saja, di Pengadilan Negeri Tangerang dan PTUN Banten sudah banyak perkara yang dimenangkan oleh A. Gojali, cs. Akhirnya, semua tanah daratan mereka kuasai.

Pemilik tanah akhirnya menyerah, menerima harga seadanya. Bahkan, ada yang tak menerima harga atas tanahnya, dan tanahnya yang dahulu berupa empang saat ini telah menjadi kawasan perumahan elit PIK-2.

Kedua, adapun untuk perampasan laut dilakukan dengan tindakan permulaan membuat sertifikat atau alas hak diatas laut yang didalihkan dahulu tanah daratan yang terkena abrasi, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai wilayah atau kawasan pengembangan proyek properti mereka.

Lalu, sertifikat atau alas hak ini (SHGB & SHM), yang diperoleh melalui berkerja sama dengan Kades, sejumlah perantara, notaris, Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) dan BPN, digunakan untuk mengklaim wilayah laut yang seolah-olah dahulunya daratan, sehingga dianggap sebagai Tanah Musnah.

Dalih tanah musnah inilah, yang nantinya akan digunakan sebagai dasar mengklaim hak untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi Laut, berdasarkan sertifikat bodong yang mereka miliki.

Mereka akan memanfaatkan ketentuan Pasal 66 PP Nomor 18 tahun 2021, untuk menguasai laut, mereklamasinya untuk dijadikan asas industri properti yang mereka kembangkan.

Dalam Pasal 66 PP Nomor 18 tahun 2021, dinyatakan:

Tanah Musnah.

Pasal 66
(1) Dalam hal terdapat bidang tanah yang sudah tidak dapat diidentifikasi lagi karena sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, dinyatakan sebagai Tanah Musnah dan Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah dinvatakan hapus.

(2) Penetapan Tanah Musnah sebagaimana dimaksksud pada ayar (1) dilakukan dengan tahapan identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian.

(3) Sebelum ditetapkan sebagai Tanah Musnah, pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah (Agung Sedayu Group) diberikan prioritas untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi atas pemanfaatan Tanah.

(4) Dalam hal rekonstruksi atau reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau pihak lain maka pemegang Hak Pengelolaan dan atau Hak Atas Tanah (Agung Sedayu Group) diberikan bantuan dana kerohiman.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Tanah Musnah diatur dengan Peraturan Menteri.

Alhamdulillah, penulis dapat menjelaskan semuanya dihadapan Pak Bambang Widjojanto. Video podcastnya yang belum sempat ditayangkan sampai berita ini diturunkan. (**)

Leave a Comment