Menparekraf Dorong Pelaku Thrifting Pasarkan Pakaian Bekas Buatan Lokal

Pembelian pakaian bekas, sudah menjadi  trend wisata belanja saat ini. (Foto: Ist)

 

JAKARTA, Pewartasatu.com – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mendorong pelaku thrifting atau jual beli pakaian bekas agar memasarkan dan menjual pakaian bekas buatan dalam negeri.

Dalam “Weekly Brief with Sandi Uno” di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Senin (16/1/2023), Menparekraf Sandiaga mengatakan pembelian pakaian bekas merupakan salah satu yang sedang menjadi tren yang termasuk ke dalam golongan wisata belanja yang diminati oleh masyarakat di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda.

“Sebagian anak-anak muda saat ini meminati thrifting sebagai langkah mereka melawan _fast fashion_. Dan membeli pakaian bekas ini bisa membantu mengatasi permasalahan lingkungan dengan tidak menambah jejak karbon karena 60 persen (produk fesyen) brand luar itu berakhir di _landfill_,” kata Sandiaga.

Sandiaga menuturkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor yang melarang masuknya pakaian bekas impor ke Indonesia menjadi kesempatan bagi para pelaku UMKM lokal untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif lokal yang ada. “Kita boleh menjual barang bekas, tapi kita tidak boleh mengimpor barang bekas,” katanya.

Untuk itu, Sandiaga menuturkan hadirnya peluang ini menjadi kesempatan yang terbuka lebar bagi pelaku ekonomi kreatif untuk membangun sentra-sentra _flea market_ (pasar loak) khusus untuk barang bekas dalam negeri.

Sementara terkait fesyen yang berkelanjutan lingkungan, Sandiaga menilai saat ini pelaku UMKM diharapkan agar lebih memiliki kesadaran akan pentingnya keberlangsungan dan keberlanjutan lingkungan. Sehingga ia mendorong agar pelaku fesyen lokal dapat memproduksi produk fesyen lokal baru dengan desain unik serta tetap mengutamakan prinsip ramah lingkungan atau mengarah ke fesyen yang berkelanjutan.

“Dengan (memanfaatkan) pewarna alami bernuansa kebiruan yang biasa disebut dengan warna indigo, penggunaan tenaga kerja lokal terutama ibu-ibu, sehingga masa pakai (produk) fesyen ini lebih lama,” ungkap Sandiaga.(**)

 

Maulina Lestari: