Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko. (Foto : Ist)
JAKARTA, Pewartasatu.com — Ada apakah ini. Dalam sepekan, minyak goreng menjadi barang yang langka, baik di pasar, warung sampai di toko supermarket se- Indonesia.
Padahal pemerintah sudah memberikan subsidi untuk minyak goreng menjadi Rp14 ribu per liter sejak awal terjadi kelangkaan.
Harga minyak goreng di seluruh Indonesia resmi Rp 14.000 per liter mulai 19 Januari 2022 berdasarkan penetapan dari pemerintah.
Penetapan harga tersebut memicu aksi beli besar-besaran oleh masyarakat yang berpotensi menimbulkan banyak spekulan alias penimbun.
Untuk mencegah aksi penimbunan minyak goreng Rp 14.000 per liter, kepolisian pun mengingatkan masyarkat soal hukuman dan sanksinya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan, pelaku penimbunan minyak goreng akan dijerat Pasal 107 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan hukuman penjara 5 tahun atau denda Rp 50 miliar.
Namun demikian, meskipun peringatan hukuman sudah ada bagi pelaku penimbunan, tetapi masih saja banyak produsen yang tidak mengindahkannya. Seperti yang saat ini sedang ramai dibicarakan di Deliserdang.
Karena akibat ulah oknum, di daerah Deliserdang, minyak goreng langka dipasaran, yang akhirnya membuat Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi
Marah ke Penimbun Migor, apalagi setelah diketahuinya ternyata ada 1,1 juta kg minyak goreng kemasan ditimbun di salah satu gudang di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.
“Di tengah kesulitan masyarakat saat ini, masih ada saja pasti oknum-oknum yang cari kesempatan,” ujar Edy dalam Instagram nya, Sabtu (19/2).
Dari semua ini, Edy sangat marah dan geram. Karenanya ia berkeyakinan di balik kelangkaan minyak goreng di Sumut belakangan ini, pasti ada pemain yang sengaja melakukan penimbunan. Karena itu, Edy langsung meminta Satgas Pangan melakukan penelusuran.
“Kuat dugaan saya, di balik kelangkaan minyak goreng belakangan ini pasti ada pemain di belakangnya. Karenanya saya minta Satgas Pangan melacak siapa ini pemainnya. Dan benar dugaan saya, kita akhirnya berhasil menemukan sekitar 1,1 juta kilogram produk minyak goreng kemasan yang ditimbun dalam gudang suatu produsen di Kabupaten Deli Serdang,” jelasnya.
Kasus yang terjadi di atas ternyata masih banyak lagi daerah lainnya yang serupa, seperti di Lampung, dan Jawa Timur.
Bahkan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan penyebab kelangkaan minyak goreng diwilayahnya karena adanya penyaluran distributor yang lamban sampai ke masyarakat bawah.
Entah apa dan bagaimana kelambanannya ini, pastinya secara pemikiran sederhana saja, distributornya menunda dulu pengiriman atau dengan kata lain didiamkan atau sama saja ditimbun terlebih dulu.
Kalau sudah begini siapa yang menjerit terjadinya kelangkaan minyak goreng. Pastinya ibu rumah tangga, dan para pedagang kecil.
Sekalinya ada minyak goreng , dijual dengan harga tinggi, atau harga murah dengan antrian panjang, yang belum tentu mereka dapatkan, karena sebagian minyak goreng tersebut sudah ada yang memborongnya.
Dilema dan sedih melihat hal seperti ini . Disaat kita diuji oleh pandemi yang belum tau kapan selesainya, rakyat masih juga diuji dengan kelangkaan kebutuhan pokok sebagai penunjang makanan yang dipakainya setiap hari.
Padahal, menurut Indar Parawansa, kelangkaan minyak goreng seharusnya tidak terjadi, mengingat kebutuhan minyak goreng masyarakat Jatim mencapai 59.000 ton per bulan mampu terpenuhi dengan kapasitas produksi pabrik yang mencapai 62.000 ton/bulan.
“Artinya, terdapat surplus sebesar 3.000 ton,” terang dia.
Namun, kata dia, saat turun ke lapangan, justru didapati banyak toko-toko ritel modern yang juga tidak mendapatkan suplai minyak goreng bahkan sampai satu pekan.
Tentunya, kata Khofifah, kondisi ini semakin mempersulit masyarakat yang tidak bisa mendapatkan minyak goreng dengan HET yang sudah ditetapkan pemerintah.
“Saya mohon kerja samanya kepada pada para distributor agar mempercepat proses penyaluran minyak goreng subsidi ke seluruh pasar, baik modern, ritel, tradisional, hingga warung-warung kecil,” pinta Khofifah.
Menanggapi begitu banyak peristiwa minyak goreng yang terjadi di Indonesia, Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko memastikan, pemerintah akan terus mengatasi kelangkaan minyak goreng di Indonesia.
Moeldoko mengatakan ada kelangkaan minyak goreng di beberapa lokasi di Indonesia, namun tidak secara spesifik menyebutkan nama lokasi itu.
“Adanya kelangkaan di beberapa lokasi akan terus diatasi. Kemendag dan produsen sampai saat ini terus berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah itu,” kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/2/2022).
Moeldoko menjelaskan, persoalan ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng terus mendapat perhatian pemerintah.
Mantan Panglima TNI itu mengatakan, masalah minyak goreng berawal dari kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar Internasional.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan upaya penyelesaian secara holistik melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/2022.
Sedangkan dari sisi hulu, pemerintah memberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic price Obligation (DPO).
“Di sisi hulu Kebijakan ini diharapkan bisa memecahkan masalah bahan baku. Sedangkan hilirnya, penetapan HET bisa mengurangi beban konsumen,” ucap Moeldoko.
Menurutnya, implementasi kebijakan Kemendag tersebut, sudah berdampak pada ketersediaan dan kesetablilan harga minyak goreng di pasaran, meski masih belum sesuai yang diharapkan.
Berdasarkan hasil monitoring tim Kantor Staf Presiden, harga minyak goreng terus turun meski harga rata-ratanya saat ini masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) di pasar modern dan tradisional.
Adapun sejak 1 Februari 2022, pemerintah telah menetapkan HET minyak goreng dengan rincian, minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter.
Pemerintah juga memberlakukan kebijakan DMO untuk seluruh produsen eksportir minyak goreng sebesar 20 persen dari volume ekspor masing-masing.
Adapun DPO Rp 9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp 10.300 per kilogram untuk olein atau hasil rafinasi dari CPO untuk bahan dasar minyak goreng. (Maulina)