Mulyanto: Indonesia Perlu Lembaga Untuk Maksimalkan Capaian Produksi Migas

JAKARTA, Pewartasatu.com– Polisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memperkuat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Dalam keterangan pers yang diterima Pewartasatu.com, Jumat (2/10) siang, Mulyanto mengatakan, untuk memaksimalkan capaian produksi migas di tanah air, diperlukan kelembagaan definitif yang dilengkapi tugas serta tanggungjawab lebih komprehensif. Lembaga itu perlu mengembangkan cara-cara kreatif untuk menarik investasi bisnis di sektor hulu migas.

“Sekarang, kita tidak bisa mengandalkan cara-cara tradisional seperti saat ini dalam menarik investasi, apalagi di tengah wabah pandemi virus Corona (Covid-19) yang belum diketahui kapan berakhirnya. Selain hasil yang datar-datar saja, model tradisional seperti ini tidak dapat menarik giant investor dalam rangka mendapatkan giant discovery ladang-ladang minyak besar untuk mendukung pencapaian target lifting 1 juta barel minyak per hari 2035,” tegas Mulyanto

Hal tersebut juga juga disampaikan dalam presentasi outlook investasi 2020 dan rencana investasi di sektor hulu migas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan SKK Migas, Selasa lalu.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini menambahkan, Pemerintah melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mengusulkan pembentukan Lembaga Pengembangan Investasi (LP) yang berbasis kepada model Sovereign Wealth Fund (SWF) dimana modal utama Pemerintah adalah asset yang dimiliki Negara di dalam pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Melalui lembaga ini ditarik mitra strategis untuk investasi domestik, utamanya di bidang infrastruktur. Dalam kerangka itu, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu mendesak SKK Migas untuk memikirkan dan mengembangkan investasi bisnis di sektor hulu migas berbasis SWF.

Pemerintah perlu memperkuat kelembagaan SKK Migas karena sejak Badan Pelaksana Hulu Migas yang diatur dalam UU No: 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dibatalkan melalui keputusan MK 2012, praktis pelaksana kuasa pertambangan migas dijalankan Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas yang bersifat sementara.

Kelembagaan ini jelas tidak ideal. Selain sementara, hanya berupa satuan kerja di dalam Kementerian ESDM. Lembaga ini hanya memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan. SKK Migas tidak memiliki fungsi pengelolaan dan pengusahaan. Faktanya kelembagaan ini sudah lebih dari 8 tahun. Waktu yang tidak pendek,” papar Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Industri dan Pembangunan ini.

Karena itu, kata Mulyanto, Pemerintah harusnya sudah menyiapkan konsep kelembagaan pelaksana kuasa pertambangan migas dengan matang sebagai tindak lanjut dari keputusan MK sehingga pembangunan di sektor hulu migas benar-benar dapat dilaksanakan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Fraksi PKS menginginkan kelembagaan pelaksana kuasa pertambangan migas ini dapat menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan secara bersama, sebagaimana sekarang dilaksanakan SKK Migas. Jadi, lembaga pelaksana kuasa pertambangan hulu migas ini berfungsi sebagai ‘regulator’ sekaligus ‘doers’ (pelaksana) di sektor hulu migas.”

Tujuannya, lanjut Mulyanto, agar Pemerintah sebagai representasi dari Negara dan pemegang kuasa pertambangan migas, mengelola secara langsung sektor hulu migas ini demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. “Dengan kelembagaan yang terbatas seperti sekarang ini, Fraksi PKS pesimis target lifting minyak 1 juta barel per hari dapat terwujud,” demikian Dr H Mulyanto. (fandy)

akhir Rasyid Tanjung: