JAKARTA, Pewartasatu.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Industri dan Pembangunan DPR RI, Dr H Mulyanto mengecam sikap Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengancam masyarakat yang menolak divaksin.
Menurut anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan&Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH) ini, Pemerintah tak boleh menggunakan pendekatan kekuasaan untuk menyelenggarakan program vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat.
“Pemerintah jangan main ancam rakyat dengan sanksi penjara atau denda maksimal Rp 100 juta berdasarkan UU No: 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bila menolak divaksin. Pasal tersebut sebenarnya tidak terkait dengan vaksinasi. Pemerintah jangan takuti masyarakat dengan mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa wajib vaksinasi untuk kaum Muslimin, sebagaimana disampaikan Wapres kepada media.”
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut minta Pemerintah lebih mengedepankan pendekatan etis-persuasive melalui sarana sosialisasi dan edukasi publik. Politisi senior itu ingatkan Pemerintah jangan otoriter soal vaksinasi ini.
“Walau dapat dipahami vaksinasi Covid-19 ini ditujukan untuk melindungi kesehatan komunitas tapi karena vaksin itu disuntikan langsung ke tubuh orang dan dapat menimbulkan risiko individual orang itu, proses vaksinasi ini harus dikembalikan kepada kerelaan setiap individu. Tidak boleh main paksa,” tegas Mulyanto.
Karena itu, Mulyanto minta Pemerintah lebih gencar mensosialisasikan penting dan urgennya vaksinasi daripada menebar ancaman. Sebab, bisa jadi, selama ini masyarakat terlanjur percaya pada informasi negatif tentang vaksin produksi China itu. Karena itu, wajar kalau masyarakat resisten atau menolak untuk ikut vaksinasi.
Ditambahkan, keraguan itu bisa jadi karena selama ini proses pengadaan vaksin Covid-19 terkesan grasa-grusu. Tiga juta dosis vaksin Sinovac dari China sudah dibayar tiba di Indonesia dan didistribusikan ke daerah-daerah dengan berbagai seremoni, padahal uji klinis tahap 3 saja belum selesai; izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum ada, apalagi fatwa MUI tentang kehalalannya juga belum diputuskan.
Belum lagi dari aspek ekonomi dan kesehatan, muncul pertanyaan kenapa harus vaksin Sinovac. Memang tak ada vaksin merek lain yang lebih baik.
Atas rentetan semua peristiwa itu, wajar kalau masyarakat bertanya, ragu dan kemudian khawatir akan khasiat, keamanan dan kehalalan vaksin ini. Sebab ini terkait dengan resiko individual yang akan mereka terima.
Di tengah kondisi masyarakat seperti saat ini, kata Mulyanto, Pemerintah baiknya jangan memperunyam masalah dengan menerapkan pendekatan kekuasaan melalui berbagai ancaman denda dan penjara, terhadap mereka yang menolak untuk divaksin.
“Ini blunder. Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah sosialisasi serta edukasi yang meyakinkan vaksin yang digunakan Pemerintah memang benar-benar efektif, aman dan halal. Kemudian dibangun kesadaran, bahwa setiap individu masyarakat memiliki tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial untuk menjaga kesehatan mereka bersama. Tidak perlu vaksinasi dengan membawa bedil,” demikian Dr H Mulyanto. (fandy)