Irjen Teddy Minahasa Putra saat menjabat Kapolda Sumatera Barat, pernah mendapat gelar adat dari masyarakat Minangkabau. //Foto: polrespasamanbarat.sumbar.polri.go.id
JAKARTA. Pewartasatu. com – Pakar hukum pidana yang juga staf pengajar Fakultas Hukum Unissula Semarang, Dr Muhammad Taufiq SH, MH, berpendapat, sanski hukum yang harus dijatuhkann kepada Irjen Teddy Minahasa (TM) yang diduga terlibat penjualan barang bukti narkoba 5 kg tak lain tepatnya hanya hukuman mati.
Sebab apa yang dilakukan Jenderal Bintang Dua mantan Kapolda Sumatera Barat itu sangatlah tidak pantas dilakukan seoran manusia. “Apalagi yangbersangkutan adalah seorang penegak hukum, anggota kepolisian yang sangat mengerti hukum,” ujar Taufiq yang juga advokat pada MT & Partner Law Firm Surakarta itu.
Dalam hal ini, Taufik yang mengaku bersahabat dengan Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah sejak yang bersangkutan masih Kapolres di Surakarta, mendesak Kapolri sesegera mungkin melakukan sidang etik kepada TM, memecatnya dan ditempatkan di rutan umum.
Penempatan di rutan umum, kata Taufiq, lebih fair, tidak ada eksklusivitas dan agar masyarakat umum terpuaskan rasa penasarannya.
Melalui ketereangan tertulis yang disampaikannya, Sabtu 15 Oktober 2022, Taufiq mendesak Kapolri memerintahkan bawahannya melakukan pemeriksaaan terhadap harta Irjen TM, dari mana saja asalnya, apakah ada tindak pidana pencucian uang di sana.
Sebab, menurut perhitungannya, dengan gaji sekian-sekian seorang Bintang Dua, tidak mungkin memiliki harta sampai mencapai hampir Rp30 miliar hanya dalam waktu singkat.
Taufiq menjelaskan apa yang dilakukan TM yang diduga menjual barang bukti berupa narkoba jenis sabu-sabu seberat 5 kg, sangat tidak pantas.
TM juga disebut-sebut sebagai pengendali pasar narkoba atau pengendali barang bukti narkoba dari Sumatera Barat, melibatkan seorang Kapolsek dan Kapolres dalam penjualan narkoba bekas barang bukti yang harusnya dimusnahkan.
Terkait hukum yang pantas dijatuhkan, Taufiq menyatakan, Teddy Minahasa dapat dijerat dengan pasal 114 ayat (2) UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati dan atau penjara selama 20 tahun.
“Secara faktual pasal 114 itu terpenuhi,”tambahnya.
Ditambahkannya, selain dijerat dengan UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika, terhadap harta yang bersangkutan juga harus dilakukan pemeriksaan atau penyelidikan. Apakah jumlah hartanya itu layak, atau apakah ada tindak pidana pencucian uang disana.
“Jumlah kekayaannya sangat tidak wajar. TPPU harus melakukan penelusuran,”pungkas Taufiq, yang coba menghitung penghasilan seorang polisi bintang dua, yang menurut Taufiq paling tinggi empat puluh juta.
Dengan penghasilan sebesar itu, tidak mungkin seseorang berhasil mengumpulkan harta sampai sekitar Rp 29 sampai Rp 30 miliar.
Irjen Pol Teddy Minahasa saat ini dikenal sebagai anggota poilisi terkaya berdasarkan laporan LHKPN. ***