Enam laskar FPI yang menjadi korban Kasus KM50.//foto: istimewa
JAKARTA. Pewartasatu.com – Pakar hukum yang juga Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI), Dr.Muhammad Taufiq SH, MH menyatakan, saatnya kasus unlawful killing Laskar FPI Km 50 ( kasus KM50) yang terjadi 2020 lalu diangkat kembali atau direaktualisasi.
“Dilakukan penyidikan baru, dengan bukti-bukti baru, yang bukan tidak mungkin nanti juga dengan para tersangka baru,” kata Muhammad Taufiq melalui channel youtube Refly Harun yang dikutip Pewartsatu.com, Rabu 9 November 2022.
Taufiq mendasari pernyataannya pada tiga catatan atau fenomena yang muncul belakangan ini yang bersentuhan langsung dengan kasus KM 50, yang menurut Refly, perlu digarisbawahi dan mendapat perhatian.
Pertama, adalah keberadaan figur Acay alias Ari Cahya Nugraha, seorang perwira polisi yang disebut-sebut oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus Ferdy Sambo sebagai Tim CCTV kasus Km 50.
Kedua, ditemukannnya sebuah mobil (bangkai mobil) yang erat kaitannya dengan kasus KM 50. Dari sini, menurut Refly, mungkin jejak-jejak yang ada di mobil ini bisa memberi petunjuk tentang fakta-fakta sesungguhnya kasus KM 50.
Yang menarik adalah yang ketiga, yaitu terkait keberadaan Komnas HAM yang menurut seorang aktivis, Marwan Batubara, belum pernah melakukan penyelidikan terhadap kasus KM 50, padahal menurut undang-undang, melakukan penyelidikan menjadi tugas lembaga ini.
“Yang ada baru pemantauan,” kata Refly yang diamini Muhammad Taufiq.
Refly Harun mempersilakan Muhammad Taufiq SH, MH menelaah kasus tersebut, dengan harapan akan mendapat perhatian Presiden Jokowi atau pun Menko Polhukam Mahfud MD
“Siapa tahu akan muncul gairah yang sama sebagaimana gairah Presiden maupun Menko Polhukam yang mendesak kasus Ferdy Sambo dan Kanjuruhan diusut tuntas,” kata Refly.
Muhammad Taufiq sendiri menyebut, dari tiga fenomena atau catatan yang disebutkan, memang sudah saatnya Kasus KM 50 diangkat kembali, dilakukan penyidikan baru dengan bukti-bukti baru, karena pada proses penyidikan (yang lalu) ada hal-yang yang tidak sampai (terjangkau).
Taufiq berpandangan beda dengan orang-orang yang mungkin melihat tiga catatan di atas sebagai novum (bukti atau petunjuk baru-red).
Sebab, menurut dia, novum adalah “milik” jaksa atau terdakwa, aktornya adalah jaksa atau terdakwa.
Tiga catatan di atas menurut Taufiq, cukup bagi penegak hukum untuk mengangkat kembali kasus KM 50 atau mereaktualisasi kasus ini.
“Kenapa kasus KM 50 perlu direaktualisasi atau diangkat kembali, karena ada proses penyidikan (yang lalu-red) yang tidak sampai,” kata doktor ilmu hukum dari UNS Solo itu.
Advokat dari MT & Partner Law Firm itu lebih memilih sebutan reaktualisasi kasus KM50 melalui penyidikan baru dengan bukti-bukti baru, dan kemungkinan tersangka baru. Alasannya system hukum yang dianut di negeri ini tidak dikenal apa yang disebut penyidikan ulang.
Lalu, mungkinkan penyidikan baru dilakukan?
Tafiq menyatakan, mungkin, selama atas nama politik hukum negara. Penyidikan baru ini pun harus menggunakan tim independen, jangan diserahkan kepada polisi lagi.
Perlunya penyidikan oleh tim independen ini, menurut Taufiq mengingat proses persidangan yang lalu terhadap kasus ini penuh ketidakobyektifan.
Misalnya, tersangkanya di depan pengadilan hanya dua, kalaupun ada tiga tapi sampai meninggal dulu satu orang.
Taufiq menyatakan yakin, pembunuh 6 lasykar FPI tidak hanya dua atau tiga orang. “Membunuh Yosua aja melibatkan orang banyak, dan puluhan bahkan lebih seratus polisi di periksa. “Masa yang membunuh 6 lasykar FPI hanya dua atau tiga orang?”
Tersangkanya tidak pernah ditahan, bahkan sampai menerima vonis pun tersangka tidak pernah mencicipi tahanan, lalu statusnya tak pernah dicopot sebagai anggota polisi.
Menukik ke perkembangan kasus KM 50, Taufiq menyebut contoh, seyogianya orang yang mengambil CCTV atau pun DVR terkait kasus KM50, dapat dijadikan tersangka.
Dia bukan lagi bisa disebut sekadar melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ), tapi sudah menghilangkan barang bukti.**