Manta Ketua MK Anwar Usman menyampaikan pembelaan dirinya di gedung MK, Rabu (8/11)//Foto: Tangkapan Layar Kompas TV
JAKARTA. Pewartasatu.com — Hakim Konstitusi yang dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, bereaksi atas putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap dirinya.
Secara blak-blakan dia mengungkapkan adanya skenario pembunuhan karakter dirinya sebagai Ketua MK dan Hakim Konstitusi sebelum dia sendiri yang kemudian membentuk MKMK yang diketuai Prof DR Jimly Assiddhiqie.
Kendati dia sudah mendengar adanya skenario itu, dia mengaku tetap berbaik sangka.
Sehari sebelumnya, MKMK yang beranggotakan tiga orang, Jimly Assiddhiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams memutuskan pemecatan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Putusan MKMK ini mendapat pujian dari Menko Polhukam Mahfud MD yang juga Calon Wakil Presiden yang berpasangan dengan Capres Ganjar Pranowo.
Mahfud menyatakan salut kepada Ketua MKMK, Jimly Assidhiqie yang berani memecat Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
Putusan MKMK itu menurutnya sudah maksimal dan di luar ekspektasi dia. Tadinya dia mengira MKMK hanya menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan. Tapi ternyata pemecatan dari jabatan ketua.
Menurut Mahfud, pemecatan dari jabatan itu sudah tepat. Sebab, kalau dipecat sebagai hakim konstitusi, masih ada peluang Anwar Usman mengajukan banding.
MKMK dalam putusannya juga melarang Anwar Usman ikut serta dalam pemilihan Ketua MK yang baru.
Anwar Usman tidak boleh mencalonlan diri hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Dia juga tidak boleh menangani sejumlah perkara, tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam penanganan perkara di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam putusan,anggota MKMK Bintan R Saragih, memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan Ketua MK Anwar Usman.
Menurutnya, Anwar seharusnya diberhentikan tidak dengan hormat karena melakukan pelanggaran berat.
“Sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK,” kata Bintan saat sidang di gedung MK, Selasa (7/11).
Merespons putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Nomor 2/MKMK/L/11/2023, Anwar Usman Rabu sore sengaja menggelar jumpa pers di Gedung MKMK, Jakarta Pusat.
Selain berisisi pembelaan diri, paman Gibran Rakabuming ini dalam pernyataannya juga menyebut adanya fitnah terhadap dirinya.
“Saya mengetahui dan telah mendapatkan kabar (ada) upaya untuk politisasi dan menjadikan saya sebagai objek di dalam berbagai putusan MK. Putusan MK terakhir maupun tentang rencana pembentukan MKMK telah saya dengar sebelumnya,” kata Anwar.
“Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum,” kata Anwar.
Di bagian lain pembelaan dirinya yang berisi 17 butir itu, Anwar Usman juga menegaskan, tidak akan mengorbankan kehormatan dan martabatnya sebagai hakim konstitusi untuk meloloskan pasangan Capres-Cawapres tertentu.
Mengenai pemecatan dirinya dari Ketua MK, Anwar Usman nampak pasrah.
“Sejak awal saya katakan jabatan adalah milik Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa. Sehingga pemberhentian saya sebagai Ketua MK tidak sedikit pun membebani diri saya,” terangnya.
Anwar Usman meyakini ada hikmah di balik kejadian ini. Dia berharap itu menjadi karunia bagi diri, keluarga, sahabat, MK serta bangsa dan negara.
Dia mendoakan orang yang menzolimi dirinya mendapat pengampunan dari Allah SWT.
Menurut putusan Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang dibacakan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie.Anwar Usman terbukti melanggar kode etik karena terlibat konflik kepentingan.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November 2023.
Jimly mengatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Hal itu sudah tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan.
“Kemudian prinsip independensi serta prinsip kepantasan dan kesopanan,” papar dia.**