Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar. (Foto:Humas).
JAKARTA, Pewartasatu.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) terus memantau penanganan kasus kekerasan seksual yang diduga dialami oleh lebih dari 1 (satu) orang anak asuh di panti asuhan atau Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) di Kokap, Kulon Progo.
KemenPPPA mendorong aparat penegak hukum dapat menjatuhkan hukuman berat kepada pelaku sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang berlaku.
Terduga pelaku MT (46) yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kulon Progo adalah pengurus panti asuhan, diduga telah melakukan kekerasan seksual kepada lebih dari 1 (satu) orang anak asuh panti asuhan sejak 2020 hingga 2022.
“Kasus ini menjadi perhatian KemenPPPA dan kami berharap apabila ada korban lain agar dapat melapor sehingga aparat penegak hukum dapat mengusutnya secara tuntas,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar di Jakarta, (14/10).
Dikemukakan, KemenPPPA terus berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas P3A) Kulon Progo untuk memastikan korban mendapatkan pemulihan.
Kepala Dinas P3AP2 DIY juga akan mengirim psikolog atas permintaan Kepala Dinas Sosial P3A Kulon Progo untuk melakukan pendampingan intervensi psikologis, asessment, pendampingan, trauma healing korban.
“Salah satu korban yang kini berusia 20 tahun bahkan diduga telah disetubuhi sejak usia anak,” kata Nahar.
Nahar mengatakan apabila perbuatan tersangka memenuhi unsur Pasal 76D UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, maka dapat diancam dengan Pasal 81 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang Perlindungan Anak.
Ancaman pidananya penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Mengingat terduga pelakunya adalah seorang pengasuh maka dikenai hukuman tambahan 1/3 dari pidana pokok sehingga ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
“KemenPPPA juga berpendapat kasus ini dapat dikenai dengan pasal 81 Ayat (5) dan (7), karena korbannya lebih dari satu orang, sehingga dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik,” kata Nahar.
Nahar menegaskan KemenPPPA sangat menyesalkan kasus kekerasan seksual di panti asuhan masih terjadi dan mengharapkan institusi yang berwenang dapat memperketat pengawasan terhadap operasional panti asuhan. Saat ini, sekitar 5.000 LKSA telah terdaftar dan tersebar di seluruh Indonesia, sehingga sangat membutuhkan pengawasan ketat terhadap pengelolaan LKSA.
Ditegaskannya, pengelola panti asuhan wajib menyelenggarakan pengasuhan terhadap anak asuhnya dengan memperhatikan kepentingan anak dan memenuhi hak-hak anak. Apabila hal itu tidak dipenuhi pengelola, maka pihak yang berwenang perlu mengevaluasi panti asuhan tersebut.
“Anak-anak asuh yang berada di panti asuhan rentan mendapatkan kekerasan dengan kualitas pengelolaan panti asuhan yang rendah. KemenPPPA mendesak kasus-kasus kekerasan seksual di panti asuhan menjadi perhatian dan prioritas dari institusi yang berwenang.”
Antara lain Kementerian terkait dan Pemda untuk melakukan pengawasan ketat sebagai upaya preventif, penyuluhan-penyuluhan dan koordinasi lintas sektor dapat dilaksanakan guna meningkatkan layanan panti,” kata Nahar.(**)