JAKARTA, Pewartasatu.com– Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma,ruf Amin (Jokowi-Amin), 20 Oktober 2020 genap berusia satu tahun atau sudah seperlima masa periode kedua Pemerintahan Jokowi ini berjalan. Dalam setahun ini, tentu sudah banyak yang dilakukan Pemerintahan Jokowi.
Namun, ungkap pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Pewartasatu.com di Jakarta, Senin (19/10) siang, ada kesan penanganan korupsi pada satu tahun terakhir melemah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk di era Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, setahun terakhir sudah tidak segalak sebelumnya. Ini terjadi setelah UU KPK direvisi. Melemahnya penanganan korupsi tentu tidak sejalan dengan tujuan reformasi karena salah satu tujuan reformasi adalah untuk memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
“Suka atau tidak, gaung pemberantasan KKN satu tahun pemerintahan Jokowi-Amin praktis tidak terdengar. Padahal masalah KKN masih menjadi persoalan krusial di negeri ini dalam usaha mensejahkterajan rakyat, sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang diproklamirkan Soekarno-Hatta 17 Agustus 1945.
Selain itu masalah korupsi, komunikasi politik Pemerintahan Jokowi-Amin juga cenderung top down. Dari pihak Pemerintahn terus mengalir informasi politik yang diharapkan diterima rakyat kebanyakan dengan senang hati.
Ketika rakyat menolaknya, Pemerintah seolah menyalahkan rakyat. Misalnya, lanjut pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi dan Riset Kehumasan tersebut, rakyat lantas dinilai mau diajak senang saja susah. “Jadi, pihak pemerintahan terkesan kurang mau mendengarkan kehendak rakyatnya,” kata dia.
Demonstrasi yang dilakukan berbagai elemen masyarakat pun, ungkap pria yang akrab disapa Jamil tersebut, diberi stigma negatif. Itu artinya, komunikasi bottom up kurang diterapkan. Padahal dalam negara demokrasi, termasuk yang diinginkan era reformsi, komunikasi bottom up seyogyanya lebih dominan diterapkan daripada komunikasi top down.
Dengan dominannya komunikasi bottom up, dengan sendirinya Pemerintah akan lebih banyak mendengarkan daripada menceramahi rakyat. Rakyat menjadi dominan dalam berkomunikasi, bukan pemerintah.
Jadi, kalau pemerintahan Jokowi-Amin sibuk melaksanakan sosialisasi, itu berarti lebih banyak melaksanakan komunikasi top down. Komunikasi seperti ini lebih banyak ditemui di negara otoriter, bukan negara demokrasi.
“Ke depan, Pemerintahan Jokowi-Amin diharapkan lebih greget dalam pemberantasan KKN dan menerapkan komunikasi bottom up. Hal itu urgen dilakukan agar sejaln dengan kehendak reformasi yang didengungkan 1998,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (fandy)