Pemekaran Papua menjadi 3 Sudah Ada di Era Megawati Menjadi Presiden

Anggota DPR RI saat mengikuti rapat paripurna ke-13 masa persidangan III tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Januari 2022. (Foto: Ist)

 

 

JAKARTA, Pewartasatu.com – Pemekaran Papua sebenarnya bukanlah hal yang baru. Ternyata ini sudah terjadi sejak tahun 98-99 saat Gubernur Freddy Nunberry.

Namun ada baiknya kita mengetahui awal muasal terjadinya pemekaran di daerah Papua. Gunanya untuk diketahui dan dimengerti, seperti yang belum lama ini terjadi pada saat Paripurna Anggota DPR RI,(18/4/22)

Seperti yang yang dilontarkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay. Emanuel meminta pemerintah Papua untuk membatalkan rencana pemekaran Papua, karena dianggap perumusan rancangan Undang Undang Pemekaran Provinsi Papua dilakukan tanpa mengakomodir aspirasi masyarakat Papua.

Begitu juga dengan Akademisi Universitas Papua, Agus Irianto, menurutnya pembuatan provinsi baru memang akan membuka banyak posisi jabatan baru.

Karena menurutnya,  jumlah orang asli Papua memiliki tingkat pendidikan memadai belum banyak. sehingga menurutnya bisa dipastikan, akan diisi oleh orang luar.

Menanggapi masalah tersebut,  Ketua Umum Badan Musyawarah (Bamus) Papua dan Papua Barat, Frans Ansanay, mengatakan, pemekaran Provinsi Papua menjadi 3 seperti yang telah ditetapkan oleh Badan Legislatif DPR RI yang segera di paripurnakan, sebenarnya bukanlah barang baru.

Dikatakannya, Jauh sebelumnya, bahkan waktu Gubernur Freddy Numberry sebagai Gubernur era 98-99, Dia sudah melakukan pemekaran Provinsi Papua menjadi 3. Irianjaya, Irianjaya Tengah dan Irianjaya Barat.

Namun dalam masa berjalannya waktu, Irianjaya Tengah tidak terealisasi. Irianjaya Barat terealisasi dengan Inpres No. 1 Tahun 2003, saat Megawati menjadi Presiden.

Sehingga Provinsi ini menjadi defacto ada, dikarenakan pejabat Gubernurnya melakukan hak dan tugasnya.

Disinilah yang menjadi permasalahan, sehingga pemekaran Provinsi Irianjaya Barat itu bergulir terus sampai sekarang menjadi Papua Barat.

Frans melanjutkan, Provinsi Irianjaya Tengah, saat itu Gubernurnya Muhdin dan Sekdanya saat itu tidak melakukan action.

” Jadi pada intinya saat itu pemekaran Papua sudah terbentuk sebab pelaksanaan Gubernur sudah jalan,” tutur Frans.

Hanya karena saat itu memang ada desain untuk menolak semua pemekaran, karena ada asumsi yang berkembang dari orang asli Papua ,

” Kita ini sangat sedikit, populasinya tidak besar, nah kalau ini dilakukan untuk siapa?”tutur Frans.

Kecenderungan pemikiran dari sisi yang lain adalah menambah arus urbanisasi masuk ke Papua dan akan menguasai seluruh apapun yang dimiliki disana, sehingga orang aslinya Papua hanya menjadi penonton.

Kondisi riil masalah Papua termaktub dalam UU no. 21 yang sudah mengalami perubahan di UU No. 2 Otoritas Khusus (Otsus) Papua.

Dan Perubahan ini menurut Frans, sangat signifikan untuk menjawab apa yang dibutuhkan.

“Tapi sekali lagi dalam rangka membuat perubahan di Papua kita harus sabar, karena semuanya butuh proses, dan pemerintah sudah melaksanakan, yang kita butuhkan adalah action dari pemerintah,”pungkas Frans.(**)

Maulina Lestari: