Papua Membangun

Pemkab Mimika: Urusan Lahan Freeport Indonesia dengan Masyarakat Adat Belum Selesai

JAKARTA, Pewartasatu.com – Pemerintah Kabupaten Mimika, Papua sebagai tempat operasi tambang emas dan tembaga PT Freeport Indonesia menegaskan, urusan perusahaan asal Amerika Serikat itu dengan Papua terutama masyarakat adat Amungme dan Komoro belum selesai.

Hal itu terkait masalah pengambilalihan lahan untuk tambang di wilayah Namungkawe dan pertambangan Grasberg baik open pit maupun underground (bawah tanah) sekarang terhitung sejak tahun 1967 mereka menambang. Sementara urusan penyerahan saham 7 % kepada pemerintah daerah Mimika memang bukan urusan Freeport, tetapi urusan pemerintah pusat dan perusahaan BUMN, MIND ID.

“Kami paham bahwa permasalah saham bukan tanggung jawab Freeport, tetapi MIND ID. Kami tidak tagih saham kepada Freeport, tetapi kepada MIND ID. Namun, saya perlu ingatkan bahwa masyarakat pemilik hak ulayat akan menagih ganti rugi lahan kepada Freeport Indonesia. Kompensasi atas lahan yang sudah digunakan sejak tahun 1967-sekarang penyelesainnya belum tuntas,” kata Bupati Mimika, DR. Eltinus Omaleng SE.MH dalam keterangan persnya yang diterima Pewartasatu.com di Jakarta, Kamis (28/4/2022).

Pernyataan bupati Eltinus ini sekaligus menyanggah dan membantah pernyataan Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama di media-media nasional (27/4/2022) yang mengatakan, urusan Freeport dan pemerintah kabupaten Mimika sudah selesai. Bahkan Riza mengatakan, porsi saham 7 % yang diserahkan ke pemerintah daerah Papua dibagikan secara proporsional 3 % untuk pemerintah provinsi Papua dan 4 % untuk pemerintah kabupaten Mimika.

Eltinus mengatakan, dirinya selalu ikut dalam proses renegosiasi kontrak Freeport dengan pemerintah sejak awal. Hasilnya, pemerintah daerah Papua baik provinsi dan kabupaten mendapat 10 % saham Freeport Indonesia. Dari 10 % saham itu, 3 % saham untuk pemerintah provinsi Papua dan 7% untuk pemerintah kabupaten Mimika.

“Jadi Juru Bicara Freeport itu tidak tahu menahu soal renegosiasi itu, dia jangan mengarang cerita, turunkan porsi saha pemerintah kabupaten Mimika dari 7 % ke 4 %. Juru bicara Freeport selama ini tidur kah atau dia tidak mengikuti proses divestasi. Yang benar pemerintah kabupaten Mimika akan mendapat 7 % saham Freeport yang hingga kini belum dieksekusi oleh MIND ID,” paparnya.

“Pemerintah Kabupaten Mimika juga tidak memahami mengapa MIND ID sangat lamban mengekesekusi 7 % saham ini, padahal, proses divestasi saham sudah berlangsung sejak 2019 silam,” lanjut Eltinus.

Lebih jauh ia mengatakan, pemerintah kabupaten Mimika bukan hanya menagih saham kepada MIND ID dan pemerintah pusat. Namun, pemerintah kabupaten mewakili masyarakat adat terus menuntut ganti rugi lahan yang sudah masuk wilayah tambang Freeport.

“Alam kami banyak emas dan tembaga, datanya miliaran ton kah, tembaga juga sangat berlimpah. Kalau tidak ada emas dan tembaga dari Grasberg, Freeport McmoRRan di Amerika Serikat bukanlah perusahaan besar,” tukasnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, emas dan tembaga yang Freeport sudah tambang di atas tanah masyarakat adat wajib hukumnya untuk ada kompensasi. Ini perjuangan masyarakat adat sejak Freeport ada di bumi Cendrawasih.

“Freeport jangan berpikir kami masyarakat adat lupa. Saya tegaskan bahwa kami akan selalu ingat dan tidak akan pernah lupa, sehingga kami akan terus menuntut KOMPENSASI atas tanah kami,” kata Eltinus.

Masih menurut Eltinus, Freeport Indonesia jangan pernah berpikir bahwa setelah divestasi 51% saham Freeport selesai, masalah dengan masyarakat adat tuntas. Divestasi 51 % saham adalah kewajiban yang harus diikuti Freeport sebagai perusahaan tambang mengikuti perintah UU No.3 Tahun 2020, Tentang Mineral dan Batubara.

“Divestasi 51% adalah kewajiban Freeport terhadap pemerintah Republik Indonesia, bukan kepada masyarakat adat pemilik hak ulayat. Masalah antara Freeport dan masyarakat adat selesai jika Freeport sudah membayar kompensasi atas tanah kami,” tutup Eltinus.(**)

Leave a Comment